kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Reksadana Pendapatan Tetap Catat Return Tertinggi, Cermati Prospeknya


Selasa, 11 April 2023 / 20:11 WIB
Reksadana Pendapatan Tetap Catat Return Tertinggi, Cermati Prospeknya
Reksadana Pendapatan Tetap Catat Return Tertinggi, Cermati Prospeknya


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Reksadana pendapatan tetap mencatatkan kinerja yang lebih unggul dibanding reksadana saham dan reksadana pasar uang. Secara year to date (ytd) sampai dengan Maret 2023, Infovesta 90 Fixed Income Fund Index mencatatkan return 1,35%, lebih tinggi dari return Infovesta 90 Money Market Fund Index yang hanya naik 0,93% dan Infovesta 90 Equity Fund Index yang justru minus 0,60%.

Sebagian besar produk reksadana pendapatan tetap juga menghasilkan return di atas indeks benchmark tersebut. Enam return tertinggi dicatatkan oleh produk Mega Dana Pendapatan Tetap 4,11%, Victoria Fixed Income 3,70%, Bahana Prime Income Fund 2,91%, I AM Bond Fund2 2,88%, Trimegah Obligasi Nusantara 2,85%, dan Manulife Dana Tetap Utama 2,82%.

Direktur & Chief Investment Officer, Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula mengatakan, sebagian besar dana reksadana pendapatan tetap yang ada diinvestasikan ke obligasi pemerintah dengan tenor menengah hingga panjang. Pasalnya, obligasi tersebut cenderung stabil dan lebih likuid.

Baca Juga: Penerbitan Masih Minim, OJK Dorong Perusahaan Untuk Terbitkan Sukuk Korporasi

Untuk ke depannya, Ezra melihat prospek pasar obligasi akan semakin positif. Hal ini didukung oleh siklus suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat yang akan mendekati puncaknya. Begitu juga dengan Bank Indonesia yang telah berhenti menaikkan suku bunga acuannya.

Sebagaimana diketahui, kenaikan suku bunga bergerak berlawanan dengan harga obligasi. Alhasil, investor mengharapkan adanya capital gain dari potensi kenaikan harga obligasi.

“Imbal hasil obligasi 10 tahun Indonesia kami targetkan bisa turun ke 6,5% dan bahkan bisa di bawah itu dengan US Treasury yield di bawah level 3,5% untuk 10 tahun,” kata Ezra saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (11/4).

Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM) Eri Kusnadi menambahkan, reksadana pendapatan tetap yang dikelola perusahaannya juga menerapkan strategi investasi dengan durasi menengah hingga panjang. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan pergerakan pasar obligasi.

Berdasarkan data Infovesta, dua produk BPAM masuk dalam 20 besar produk reksadana pendapatan tetap dengan return tertinggi. Batavia Dana Obligasi Plus mencatatkan return 2,49% dan Batavia Obligasi Platinum Plus sebesar 2,33%.

Baca Juga: Dana Kelolaan Reksadana Turun Jadi Rp 504 Triliun di Bulan Maret 2023

Untuk dua produk tersebut, BPAM berinvestasi 100% di obligasi pemerintah. Menurut Eri, strategi investasi jangka menengah hingga panjang cukup tepat dilakukan di masa suku bunga stabil dan cenderung menurun seperti yang terjadi pada 2023.

Sebagai catatan, yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun bergerak turun dari 6,9% di akhir 2022 ke level 6,6%-6,7% di kuartal I-2023. Produk-produk ini dapat memaksimalkan kenaikan harga obligasi dari turunnya yield ini.

Untuk tahun ini, Eri melihat akan jadi tahun yang lebih baik dari tahun 2022 untuk pasar obligasi. Ia melihat pasar obligasi masih akan bertumbuh positif di sisa tahun ini. Hal ini didasari oleh ekspektasi siklus pengetatan moneter yang akan berakhir di 2023.

Baca Juga: Tembus Rp 642 Triliun, Dana Investasi BP Jamsostek Naik 12,6% pada Kuartal I

“Berkurangnya tekanan terhadap kenaikan suku bunga akan membuat yield obligasi stabil dengan kecenderungan menurun, sehingga menjadi katalis positif bagi pasar obligasi,” tutur Eri.

Selain itu, mulai masuknya foreign inflow setelah outflow berkepanjangan di masa pandemi akan menjadi tambahin sentimen positif untuk pasar obligasi. Kondisi fundamental domestik yang kuat, dengan inflasi yang terjaga serta supply risk penerbitan obligasi akan menambah sentimen positif di 2023. 

Untuk jangka waktu yang lebih panjang, yakni sampai 2024, potensi kenaikan pasar obligasi juga semakin terbuka. Apabila bank sentral dunia memasuki periode pelonggaran kebijakan moneter, maka hal ini akan mengakibatkan turunnya suku bunga yang bakal mengerek harga obligasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×