Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham sedang dalam tekanan kuat menjelang tutup tahun 2024. Tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ambruk dalam empat perdagangan beruntun.
IHSG tersungkur ke posisi 7.157,73 setelah anjlok 1,39% pada perdagangan Selasa (17/12). Arus dana keluar dari investor asing (capital outflow) masih mengalir deras. Asing melancarkan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 1,63 triliun di seluruh pasar.
Sejalan dengan itu, seluruh indeks saham rontok. Tak terkecuali indeks sektoral yang biasanya diidentifikasi sebagai saham defensif, seperti sektor barang konsumsi primer maupun kesehatan yang masing-masing turun 1,51% dan 0,26%.
Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto mengamati tekanan pasar yang menyeret jatuh IHSG mendorong terjadinya panic selling. Dalam situasi ini, tekanan bisa menjalar ke berbagai sektor saham.
"Karena panic selling, semua bisa kena," kata William kepada Kontan.co.id, Selasa (17/12).
Baca Juga: IHSG Anjlok 1,39%, Intip Saham-Saham yang Masih Naik Double Digit
Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo menambahkan, dalam kondisi sekarang pelaku pasar mesti lebih jeli mencermati sentimen yang mengiringi masing-masing saham atau sektornya.
"Karena bisa jadi, saham defensif sedang tidak defensif jika sentimennya masih negatif," imbuh Azis.
Junior Research Analyst Panin Sekuritas, Sarkia Adelia Lukman menimpali, saham defensif umumnya merujuk pada emiten atau sektor bisnis dengan kinerja cenderung stabil di tengah ketidakpastian ekonomi dan pasar. Meski ikut terpapar, tapi dampaknya lebih rendah ketimbang sektor yang lain.
"Secara mingguan kedua indeks tersebut (sektor barang konsumsi primer dan kesehatan) memang melemah. Namun kalau ditarik secara bulanan, masih positif," kata Sarkia.
Baca Juga: IHSG Terjun Hari Ini (17/12), Simak Proyeksi Besok (18/12) dan Target Akhir Tahun
Hanya saja, sentimen negatif lebih banyak mengepung pasar di pengujung tahun ini. Dus, sektor saham defensif pun ikut tertekan. Sarkia mencontohkan ada empat sentimen yang saat ini menekan sektor barang konsumsi dan kesehatan.
Pertama, harga bahan baku yang relatif masih tinggi. Kedua, berlanjutnya pelemahan daya beli. Ketiga, sentimen dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai tahun 2025. Keempat, kondisi pengetatan di industri asuransi dan jaminan kesehatan.
Pada saat yang sama, para investor masih berhati-hati menatap tahun 2025. Di tengah ketidakpastian ekonomi yang masih membayangi, arah kebijakan moneter global juga tampak tidak akan selonggar perkiraan sebelumnya.
Chief of Economist NH Korindo Sekuritas Indonesia Ezaridho Ibnutama turut menyoroti sentimen dari kenaikan PPN menjadi 12%. Secara umum, kebijakan perpajakan akan cenderung menekan kelas menengah, dan bisa berdampak ke berbagai sektor.
Baca Juga: Menilik Kinerja Konstituen BUMN20 Jelang Akhir Tahun 2024
Ezar menilai emiten di bisnis kesehatan, farmasi, utilitas dasar, barang konsumsi primer dan telekomunikasi masih bisa dikategorikan sebagai saham defensif. Tapi, dalam kondisi saat ini pelaku pasar mesti lebih selektif.
Cermati emiten yang punya real market secara business to business maupun business to consumer, dan kombinasikan dengan analisa teknikal. Ezar menaksir, saham defensif yang masih berpotensi bullish berada di bisnis pangan seperti PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan PT Bisi International Tbk (BISI).
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menyarankan untuk mengambil posisi wait and see terlebih dulu sampai ada sinyal pemulihan yang jelas. Apalagi tekanan di pasar saham saat ini juga disebabkan oleh capital outflow yang masih kencang.
Setelah situasi pasar membaik, Ekky menyarankan untuk mengakumulasi saham defensif secara selektif. Ekky melirik saham di sektor konsumsi primer seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) untuk target harga Rp 9.000-Rp 9.200 dan Rp 14.000.
Baca Juga: Alamtri (ADRO) Bagi Bonus Lagi, Kini Tebar Dividen Interim US$ 200 Juta
Saham lain yang bisa diperhatikan adalah CPIN, PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT). Sementara itu, Azis juga menjagokan saham ICBP dengan target harga Rp 14.900.
Sedangkan William menyarankan agar pelaku pasar fokus mencermati sentimen dan momentum teknikal pada masing masing saham, dengan indikasi saham yang masih dalam tren menguat atau koreksi terbatas. William melirik saham INDF dan PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO).
Sementara Sarkia menyodorkan saham perbankan, poultry, consumer goods dan rumah sakit. Saham pilihan Sarkia adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), JPFA, ICBP, MYOR, PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) dan PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL).
Selanjutnya: Ada Insentif Pajak Kendaraan Listrik, BRI Finance Yakin Bisa Dongkrak Pembiayaan
Menarik Dibaca: Yogyakarta Hujan Ringan Mulai Sore, Pantau Prakiraan Cuaca Besok di DIY
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News