Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) menjadi emiten big caps yang berhasil mencatatkan kenaikan harga sejak awal tahun (YTD). Hingga Rabu (11/1), harga saham CPIN telah naik 10,18% mengungguli IHSG dan indeks LQ45.
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Rio Febrian melihat pendorong harga CPIN salah satu faktor utama adalah potensi terjadi peningkatan permintaan. Secara historis terjadi menjelang libur dan hari raya termasuk Natal 2022 dan tahun baru 2023 yang dapat dioptimalkan oleh CPIN untuk meningkatkan pendapatan.
"Hal ini terlihat dari data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang cukup tinggi di Desember pada 5 tahun terakhir yakni 2017 hingga 2021," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (11/1).
Sepanjang 2022, rata-rata IKK berada di 119,8 dibanding rata-rata IKK pra-pandemi pada periode yang sama yakni 124,5. Menurutnya, hal tersebut menunjukkan pemulihan konsumsi masyarakat ke level pra-pandemi dan berpotensi menjaga permintaan ayam karena pemulihan ekonomi pasca Covid-19.
Baca Juga: Simak Deretan Saham Big Caps dengan Valuasi Murah di Saat IHSG Anjlok
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian menambahkan, harga CPIN juga terangkat melandainya sejumlah harga komoditas pangan yang berpotensi menekan biaya bahan baku dari sektor pakan ternak. Sementara itu, secara fundamental kinerja CPIN juga cukup positif jika dibandingkan dengan peers-nya.
"CPIN masih mencatatkan kenaikan pendapatan dan laba bersih, di saat yang lain masih mencatatkan kinerja negatif, bahkan ada yang merugi," ujar Fajar.
Hanya saja, Fajar melihat untuk valuasi CPIN sedang dihargai cukup mahal. Menurut dia, rasio PER CPIN di atas dari rata-rata di sub sektor makanan dan minuman. Oleh sebab itu, dia menilai dengan kenaikan yang cukup signifikan dalam beberapa terakhir ini berpotensi membuat harganya mengalami koreksi.
Pada penutupan perdagangan Rabu (11/1), harga CPIN ditutup melemah Rp 25 atau 0,40% ke level Rp 6.225 per saham.
Baca Juga: IHSG Tumbang, Intip Deretan Saham-Saham Big Caps dengan Valuasi Murah
Untuk prospeknya, kedua analis melihat CPIN masih banyak diliputi sentimen positif. Rio memaparkan, level inflasi yang cenderung terjaga di bawah 6% secara tahunan (YoY) pasca kenaikan harga BBM di September 2022 menjadi sentimen positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diyakini masih bisa tumbuh di 5% YoY di 2023 atau sedikit di atas level itu di 2022.
Selain itu, harga bahan baku yang cenderung turun beberapa bulan terakhir ini berpotensi mendasari adanya penyesuaian harga bahan baku seperti jagung dan ayam. Hal tersebut berpotensi menjaga tingkat margin perseroan yang lebih stabil.
Kemudian, CPIN juga memperkuat investasi di hilir melalui peningkatan segmen bisnis pengolahan produk unggas, kapasitas pemotongan ayam dan pemrosesan produk olahan sapi. Hal ini diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan dan memperluas ekspansi dari CPIN.
"Kenaikan harga saham CPIN berpotensi berlanjut secara jangka panjang," papar Rio.
Baca Juga: Stok Menipis, Gakoptindo Harap Impor Kedelai Cepat Terealisasi
Secara teknikal, Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Alrich Paskalis Tambolang melihat pada periode 5-9 Januari grafik CPIN terbentuk pola three white soldier. Menurut dia, setelah terbentuk pola ini umumnya terjadi normal pullback atau konsolidasi terlebih dulu sebelum melanjutkan penguatan.
"Maintain buy bisa dilakukan jika terjaga di atas 6.000," kata Alrich.
Fajar juga melihat saham CPIN masih bisa diperhatikan karena memiliki fundamental yang baik dibandingkan dengan emiten sejenis. Kemudian rasio solvabilitas CPIN juga terbilang kecil sehingga berpotensi menahan sentimen negatif berupa kenaikan suku bunga.
"Investor bisa cermati area support-resistance di Rp 6.000-Rp 6.475 untuk konfirmasi tren, jika menembus resistance maka target harga terdekat adalah Rp 6.600," tutup Fajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News