kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rekomendasi: Prospek INCO cerah tersulut kenaikan harga nikel dan divestasi


Jumat, 28 Agustus 2020 / 05:00 WIB
Rekomendasi: Prospek INCO cerah tersulut kenaikan harga nikel dan divestasi


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga nikel dalam tren menguat membawa prospek cerah pada kinerja PT Vale Indonesia (INCO). Proses divestasi yang memberi kesempatan INCO untuk melebarkan bisnis juga menambah menarik saham ini.

Kinerja INCO sudah terlihat positif dari laporan keuangan semester I-2020. Tercatat, penjualan INCO meningkat sekitar 23,3% menjadi US$ 360,37 juta dari US$ 292,25 juta di semester I-2019. Laba bersih INCO di semester awal tahun ini juga meningkat signifikan 102% menjadi US$ 53,12 juta dari US$ 26,2 juta pada semester I-2019.

Kinerja yang tetap tumbuh di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi bisa terjadi karena pengiriman nikel INCO tetap naik. Tercatat, produksi dan pengiriman nikel matte di semester I-2020 masing-masing sebesar 18% dan 19% lebih tinggi dibandingkan produksi dan pengiriman di semester I-2019.

Analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu mengatakan kinerja INCO tetap tumbuh karena nikel yang INCO produksi selalu terserap pasar. Pelanggan terbesar INCO adalah holding INCO, yaitu Vale Canada Ltd. "Hingga saat ini holding masih mampu secara konsisten menyerap produksi dari INCO," kata Dessy, Kamis (27/8).

Isnaputra Iskandar Analis Maybank Kim Eng Sekuritas memproyeksikan volume penjualan INCO  di tahun ini mencapai 71.025 ton. Sementara, volume penjualan INCO di sepanjang semester I-2020 sudah mencapai 51,5% dari proyeksi Isnaputra.

Baca Juga: Proyeksi produksi batubara hingga 2024, terus naik dan akan tembus 628 juta ton

"Kami melihat risiko penurunan volume penjualan akan rendah," kata Isnaputra dalam riset. Volume penjualan INCO diproyeksikan tetap tumbuh karena INCO memiliki pernjanjian dagang jangka panjang dengan pasar Jepang  yang akan menyerap semua produksi INCO.

Kinerja INCO juga tetap tumbuh meski harga nikel sempat turun akibat pandemi. Tercatat,  harga rata-rata realisasi nikel lebih rendah 11% di kuartal II-2020 dibandingkan pada kuartal I-2019. Manajemen mengatakan penurunan harga nikel juga diikuti penurunan harga komoditas energi lainnya, sehingga tetap membantu dengan berkurangnya anggaran  bahan bakar.

Divestasi saham.

Tidak lama lagi, proses holding pertambangan badan usaha milik negara (BUMN), yakni Mining Industry Indonesia (MIND ID) untuk menguasai 20% saham INCO ditargetkan selesai pada akhir tahun ini.

Dessy mengatakan sentimen divestasi telah pelaku pasar price in saat penandatangan kesepakatan tersebut di Juni lalu. Kini, pengaruh divestasi akan berdampak pada sisi keuangan, seperti shareholders yang akan melepas sahamnya untuk dibeli MIND ID. Selanjutnya, INCO akan menerima finalisasi transaksi di akhir tahun ini.

Manajemen mengatakan setelah divestasi rampung, INCO membuka opsi untuk bersinergi dengan BUMN tambang lain, seperti PT Aneka Tambang (ANTM) yang sama-sama memproduksi nikel.

Kerjasama tersebut bisa terjadi karena INCO juga berencana untuk membangun high pressure acid leaching process (HPAL) di Pomalaa. Sementara, ANTM telah lebih dulu memiliki infrastruktur tersebut.

Dessy berharap rencana untuk bersinergi dengan BUMN tambang lain akan berdampak strategis pada prospek kinerja INCO. Selain INCO kini dalam proses menyelesaikan pembangunan dua smelter, menurut Dessy sinergi dengan BUMN dapat meningkatkan kesempatan INCO untuk mendorong produksi sehingga diserap oleh industri hilir.

Baca Juga: Beberapa emiten akan menggelar rights issue, ini saran analis

Sementara itu, prospek kinerja INCO tahun ini akan didukung dari tren kenaikan harga nikel. "Kami optimis masih ada ruang untuk menguat bagi komoditas nikel," kata Dessy.

Apalagi dengan adanya dukungan perbaikan permintaan dari industri stainless steel di China. Dessy memperkirakan harga nikel bisa terdorong naik di semester II-2020 bahkan berlanjut hingga 2021.

Kenaikan harga nikel juga didukung dari terhentinya suplai nikel ore asal Indonesia akibat aturan larangan ekspor nikel ore dari Kementerian ESDM sejak 1 Januari 2020.

Isnaputra menambahkan seiring dengan kembali dibukanya aktivitas ekonomi global secara perlahan, harga nikel berpotensi naik ke US$ 14.300 per metrik ton untuk tahun 2020-2021.

"Setiap 1% perubahan proyeksi harga nikel di tahun ini, akan mengubah perkiraan penghasilan INCO sebesar 9,1%," kata Isnaputra. Alahsil, Isnaputra menaikkan proyeksi laba INCO menjadi US$ 58 juta dengan asumsi harga nikel di US$ 13.007 per metrik ton.

Dessy memproyeksikan harga nikel bisa kembali ke level US$ 13.000 per metrik ton atau naik dari rata-rata harga selama semester I-2020 di US$ 12.300 per metrik ton. Harga nikel juga Dessy proyeksikan lanjut menguat hingga US$ 14.300 per ton di 2021.

Dessy merekomendasikan beli di target harga Rp 4.000 per saham. Isnaputra juga merekomendasikan beli di target harga Rp 5.000 per saham. Kompak Delvin Teh Analis BCA Sekuritas merekomendasikan beli di target harga Rp 4.300 per saham. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×