Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja instrumen reksadana melandai dalam sepekan akibat tekanan eskalasi konflik geopolitik. Dalam kondisi ini, reksadana pendapatan tetap menjadi top pick dengan catatan kinerja yang tangguh.
Data Infovesta Utama per Kamis (19/6) menunjukkan, sejak awal pekan indeks reksadana saham terperosok 1,77%, reksadana campuran terkoreksi 0,90% dan reksadana pendapatan tetap melemah tipis 0,03%.
Reza Fahmi Riawan, Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management (HPMA) pelemahan reksadana pendapatan tetap yang jauh lebih kecil dibanding produk lainnya pada dasarnya disebabkan oleh karakter portofolio yang lebih defensif.
“Mayoritas aset dikelola dalam bentuk obligasi korporasi dan SBN jangka pendek, yang secara historis lebih tahan terhadap fluktuasi yield dibanding obligasi jangka panjang,” paparnya kepada Kontan, Jumat (20/6).
Baca Juga: Sucor AM Lepas Generasi Pertama Penerima Beasiswa SAP
Reza menilai, ketidakpastian global, ditambah tren pergerakan rupiah yang kembali melemah saat ini membuat investor cenderung bertahan pada instrumen fixed income sebagai tempat berlindung. Makanya, permintaan reksadana pendapatan tetap pun masih terjaga.
Namun, secara keseluruhan Reza bilang prospek reksadana tetap menjanjikan jelang semester II-2025 kini, seiring dengan harapan penurunan suku bunga oleh The Fed dan Bank Indonesia (BI).
Dalam situasi saat ini, Reza menyarankan investor untuk menerapkan strategi berlapis (layered entry) dan selektif. Pilihan utama Reza jatuh kepada reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi pemerintah atau korporasi berkualitas tinggi.
Ia mencontohkan HPAM Pendapatan Tetap Prima dengan kinerja positif 7,42% sejak awal tahun dan HPAM Ultima Obligasi Plus dengan kinerja positif 8,63% sejak awal tahun.
Menurutnya, dua produk ini cenderung stabil dan menawarkan potensi capital gain ketika tren penurunan suku bunga mulai terealisasi.
Untuk investor konservatif hingga moderat yang menunggu waktu kembali ke pasar saham, reksadana pasar uang bisa dipertimbangkan. Ia mencontohkan HPAM Ultima Money Market dengan kinerja 5,38% sejak awal tahun sebagai alternatif efisien untuk strategi wait and see.
Nah bagi investor agresif dengan fokus jangka panjang, reksadana saham sektor defensif seperti konsumer primer dan telekomunikasi bisa dijadikan pilihan. “Sektor-sektor ini umumnya lebih resilien terhadap tekanan eksternal dan fluktuasi rupiah,” pungkasnya.
Dengan situasi saat ini, Reza mengimbau bahwa volatilitas jangka pendek sejatinya merupakan bagian tak terpisahkan dari dinamika pasar. Dus, disiplin memahami fundamental dan membaca arah kebijakan makro menjadi kunci untuk mengelola portofolio secara bijak.
Selanjutnya: Indofood (INDF) Tebar Dividen Rp 2,45 Triliun
Menarik Dibaca: Alasan Asuransi Kesehatan Tambahan Tetap Penting meski Sudah Punya BPJS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News