Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Silau komoditas nikel masih menarik sejumlah emiten untuk masuk ke bisnis ini, tak terkecuali emiten tambang batubara. Sebut saja, PT United Tractors Tbk (UNTR) yang kembali menjalankan aksi akuisisi perusahaan nikel, yakni PT Anugerah Surya Pacific Resources.
Sebelumnya, UNTR juga mencaplok Nickel Industries Limited (NIC) atas pengambilan 857 juta saham biasa baru yang dikeluarkan NIC pada 21 September 2023 lalu. Total nilai transaksi tersebut mencapai US$ 942,7 juta.
Selain UNTR, ada pula PT Harum Energy Tbk (HRUM) yang sudah lebih dulu masuk ke bisnis tambang. Bahkan, kini HRUM menjadi pengendali penuh atas PT Infei Metal Industry (IMI)
IMI adalah perusahaan yang bergerak di bidang pemurnian dan pengolahan nikel, di mana IMI memiliki dan mengoperasikan pabrik pengolahan alias smelter nikel di Indonesia Weda Bay Industrial, Maluku Utara.
IMI memiliki kapasitas 28.000 ton dan telah beroperasi secara komersial sejak April 2022. Sepanjang 2022, IMI membukukan pendapatan sebesar US$ 427,30 juta dengan laba bersih mencapai US$ 59,02 juta.
Baca Juga: Penjualan Alat Berat Melandai, Begini Strategi United Tractors (UNTR)
Di sektor tambang logam, ada PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yang kini juga merambah bisnis nikel melalui anak usahanya, yakni PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA).
Terkini, MBMA akan segera membangun pabrik pengolahan alias smelter High-Pressure Acid Leach (HPAL).Pabrik pengolahan HPAL ini memiliki kapasitas sebesar 30.000 ton per tahun nikel dalam Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai, tambang nikel menjadi salah satu lini bisnis yang memiliki prospek cerah. Pesona nikel ditopang khususnya dari sisi industrialisasi baterai kendaraan listrik di Indonesia. Hal inilah yang menarik sejumlah emiten untuk merangsek masuk ke bisnis nikel.
Selain itu, faktor diversifikasi bisnis juga menjadi pendorong emiten untuk mengakuisisi aset nikel, mengingat sektor batubara relatif cukup fluktuatif dan harga saat ini sudah mengalami normalisasi.
“Belum lagi berbagai kebijakan dari domestik dan global yang berupaya untuk menurunkan ketergantungan energi fosil,’ kata Felix.
Dari sisi harga, Felix memproyeksi harga nikel akan berada di level sekitar US$ 23.000 sampai US$ 25.000 per ton untuk tahun ini.
Analis BRI Danareksa Sekuritas mengestimasikan harga nikel kelas 1 seperti Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan nikel matte serta nikel kelas 2 akan stabil pada sisa tahun ini, di tengah ekspektasi peningkatan permintaan baja anti karat (stainless steel) dan prekursor baterai listrik. Cash cost emiten juga diproyeksi stabil seiring harga batubara Indonesian Coal Index (ICI) yang relatif stabil.
Dus, mengingat harga nikel yang stabil dan adanya perbaikan margin, Hasan melihat kinerja sektor tambang logam akan didorong oleh kenaikan volume penjualan serta produksi.
Dalam hal ini, Hasan menjagokan emiten yang memiliki prospek peningkatan pertumbuhan volume produksi, yakni MBMA dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL).
Hasan merekomendasikan beli saham MBMA dengan target harga Rp 1.000, sementara Felix merekomendasikan beli saham UNTR dengan target harga Rp 31.000 dan beli saham MDKA dengan target harga Rp 4.000.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Juan Harahap merekomendasikan beli saham HRUM dengan target harga Rp 2.500 per saham. Juan meyakini akuisisi IMI oleh HRUM akan menjadi sentimen positif karena akan membantu HRUM memperkuat posisinya di sektor mineral.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News