Reporter: Kenia Intan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai perusahaan farmasi menambah portofolio yang berkaitan dengan pandemi Covid-19. Mulai dari vaksin hingga obat-obatan untuk terapi Covid-19.
Mengutip catatan Kontan.co.id, emiten farmasi pelat merah seperti PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) telah berkomitmen dalam pengadaan vaksin Covid-19 di bawah naungan holding farmasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma. Terkait obat untuk terapi Covid-19, INAF mengimpor obat remdesivir dengan merek Desrem. Sementara KAEF memproduksi obat Avigan (Favipiravir).
Tidak mau ketinggalan, emiten farmasi swasta PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) juga memasarkan remdesivir dengan merek Covifor di Indonesia. Distribusi Covifor di Indonesia adalah hasil kerjasama KLBF dengan PT Amarox Pharma Global, anak perusahaan dari Hetero India.
Di sisi lain, KLBF tetap melanjutkan proses uji coba vaksin yang kini dalam proses uji klinis fase pertama di Korea Selatan.
Baca Juga: Ini update terbaru pengembangan vaksin Covid-19 di Indonesia
KLBF tengah mempersiapkan protokol uji klinis fase dua di Indonesia pada Oktober hingga November 2020. Renacanya, uji coba di dalam negeri itu akan dilakukan pada kuartal IV-2020.
Sementara itu, di awal pekan ini emiten farmasi PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) telah menandantangani nota kesepahaman yang tidak mengikat dengan Vaxine Pty Ltd. PYFA meneken perjanjian terkait komersialisai dan pembuatan Covax-19 di Indonesia.
"Masih menunggu perkembangan selanjutnya," ungkap Sekretaris perusahaan PT Pyridam Farma Tbk Ryan Arvin Sutikno kepada Kontan.co.id, Rabu (14/10).
Melihat berbagai emiten farmasi mengembangkan portofolio bisnisnya, Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas berpendapat ini akan menciptakan peluang yang lebih besar ke depan. Di sisi lain, peta persaingannya pun akan semakin ketat.
Terkait pengaruhnya ke harga sahamnya, Sukarno mengamati pelaku pasar sudah meresponnya sejak jauh-jauh hari.
"Pasar sebenarnya sudah over reaction terutama untuk KAEF dan INAF karena harganya sudah signifikan kenaikannya," jelas Sukarno kepada Kontan.co.id, Jumat (16/10).
Mengutip data dari RTI Business, kedua saham itu tercatat naik drastis sejak awal tahun. KAEF menguat 167,20% year to date (ytd) menjadi Rp 3.340. INAF mencatatkan penguatan lebih tinggi, hingga 289,66% ytd menjadi Rp 3.390.
Tidak jauh berbeda, PYFA mengalami pertumbuhan signifikan hingga 364,65% menjadi Rp 920. Sementara itu, saham KLBF tekikis 4,32% secara ytd. Akan tetapi sejak enam bulan lalu sahamnya kembali menghijau 20,62% menjadi Rp 1.550.
Lebih lanjut Sukarno menjelaskan, prospek kinerja saham-saham itu memang akan lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ada asumsi pandemi Covid-19 baru selesai tahun depan. Terkait valuasi, sebenarnya saham-saham itu terlalu mahal. Akan tetapi Sukarno bilang pelaku pasar perlu juga mencermati perkembangan kinerja emiten dengan adanya portofolio baru ini.
"Jika kinerjanya bagus, secara tidak langsung valuasinya akan lebih menarik," jelasnya.
Baca Juga: Indofarma (INAF) akan melakukan pengadaan vaksin Covid-19 dari Novavax
Di antara saham-saham farmasi itu, Sukarno melihat KLBF tergolong murah dibanding lainnya.
Tidak jauh berbeda, Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani berpendapat penambahan portofolio produk yang berkaitan dengan Covid-19 memang menjadi sentimen positif untuk saham farmasi. Akan tetapi, pelaku pasar perlu lebih mencermati dampak dari portofolio baru ini ke kinerja perusahaan.
Ia mencontohkan distribusi Covifor yang memiliki dampak kecil terhadap pendapatan KLBF. Sehingga sentimen ini tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja emiten nantinya.
"Kalau memang besar impact terhadap total kinerja perusahaan, harga saham berpotensi meningkat lagi secara jangka panjang," jelas Hendriko kepada Kontan.co.id, Jumat (16/10).
Secara teknikal, lanjutnya, KAEF, INAF dan PYFA dalam tren kenaikan harga, sehingga penguatan harga saham ke depannya masih ada. Akan tetapi, KLBF cenderung berada dalam area sideways.
Untuk jangka pendek investor dapat memanfaatkan tren kenaikan harga untuk melakukan trading jangka pendek. Oleh karenanya, investor bisa melirik INAF dengan target teknikal Rp 3.600, KAEF dengan target teknikal Rp 3.600, dan PYFA target teknikal Rp 1.100 hingga Rp 1.130.
Untuk investor yang memiliki pandangan jangka panjang, disarankan untuk lebih mencermati dampak dari sentimen pertambahan portofolio ke fundamental perusahaan.
Tidak jauh berbeda, Sukarno cenderung menyarankan investor trading jangka pendek saham INAF, KAEF dan PYFA. Apabila diperlukan investor bisa lebih dahulu menghindarinya karena sudah overvalue. Berbeda dengan KLBF yang cenderung lebih murah.
"KLBF secara fundamentalnya juga bagus jadi lebih aman untuk investasi. Akan tetapi, potensi keuntungan KLBF memang tidak terlalu signifikan dibanding saham lainnya," tutupnya.
Selanjutnya: Pyridam Farma (PYFA) meneken kerja sama komersialisasi dan pembuatan vaksin Covax-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News