Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sukses menerapkan strategi upfront loading kredit atau menggenjot pertumbuhan kredit di awal, kinerja PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI, anggota indeks Kompas100) sepanjang 2019 diproyeksi masih cukup positif. Berkat strategi tersebut, sepanjang kuartal I-2019 BBNI sukses membukukan pertumbuhan kredit sebanyak 18,6%.
Head of Equity Research Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengungkapkan, BBNI memiliki kemampuan untuk upfront loading kredit di kuartal I 2019 karena likuiditas yang lebih baik dari industri. Dengan pertumbuhan kredit hingga 18,6% yoy menjadi Rp 521,3 triliun, menjadikan pertumbuhan kredit BBNI paling tinggi di antara empat bank terbesar dan rata-rata industri yang tumbuh 12,1% year on year (yoy) per Februari 2019.
"BBNI likuiditasnya cukup bagus, makannya mereka bisa tinggi loan growth-nya waktu kuartal I 2019," ungkap Suria kepada Kontan.co.id, Rabu (15/5).
Sedangkan dalam risetnya 30 April, Suria memaparkan bahwa pertumbuhan kredit BBNI sebagian besar ditopang oleh kredit korporasi swasta dan BUMN yang tumbuh 23,3% yoy dan 26,7% yoy.
Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 16,8% yoy menjadi Rp 575,7 triliun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan rata-rata industri yakni 6,6% yoy per Februari 2019. Hal tersebut didukung pertumbuhan giro sebesar 24,2% yoy dan deposito berjangka 22,5% yoy.
Dibandingkan kuartal sebelumnya, CASA turun 430 basis points (bps) ke level 60,5% dengan loan to deposit ratio (LDR) naik 195 bps ke 90,6%. Sedangkan untuk NPL atau rasio kredit macet bertahan di 1,9% dengan persentase loan at risk naik menjadi 8,3%.
Untuk itu, saat ini Suria merekomendasikan investor untuk maintain buy saham BBNI, dengan target harga akhir tahun mencapai Rp 10.900 per saham.
"Kelihatannya begitu (kinerja BBNI kuartal II-2019 masih akan didukung strategi upfront loading kredit. Cuma, sekarang sedang terjadi perang dagang AS dan China yang bisa merubah situasi ekonomi. Jadi, mungkin mereka (BBNI) agak merem (menahan kredit) dulu," jelas Suria.
Analis JP Morgan Harsh Wardhan Modi mengungkapkan beberapa risiko perlu menjadi perhatian investor terhadap prospek saham BBNI ke depan. Di antaranya, risiko munculnya masalah kredit secara mendadak, risiko modal konsumsi, restrukturisasi hingga Rp 29,3 triliun atau 6% dari buku utang.
"Ini (restrukturisasi utang) masih menjadi risiko utama, sejak 41% restrukturisasi pinjaman dinyatakan lulus," jelas Harsh dalam risetnya 26 April.
Dengan begitu, Hars merekomendasikan hold untuk saham BBNI, dengan target harga Rp 9.700 per saham. Asal tahu saja, pada perdagangan Rabu (15/5) saham BBNI ditutup koreksi 2,66% ke level 8.225 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News