kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Puluhan emiten ditandai karena memiliki ekuitas negatif, begini prospeknya


Senin, 28 Desember 2020 / 20:24 WIB
Puluhan emiten ditandai karena memiliki ekuitas negatif, begini prospeknya
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan notasi khusus terhadap 69 saham emiten yang ada di bursa.


Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan notasi khusus terhadap 69 saham emiten yang  ada di bursa. Mengutip catatan BEI, Rabu (23/12), sebanyak 32 emiten di antaranya memiliki tanda E yang menunjukkan ekuitas negatif pada laporan keuangan terakhir.

Jumlah tersebut meningkat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Mengutip catatan Kontan.co.d, pada 23 Desember 2019 terdapat 27 emiten memiliki ekuitas negatif. 

Berdasar penelusuran Kontan.co.id, ada 10 saham tambahan yang dikenai tato E yaitu ABBA, ALMI, MITI, INTA, TIRT, ARTI, FINN, CMPP, GIAA, dan AISA. Sementara itu, terdapat lima saham yang tidak lagi ditandai yakni BORN, MTFN, APOL, BIMA, dan LAPD

Melihat hal ini, Analis CSA Research Institute Reza Priyambada menjelaskan, ekuitas negatif dapat terjadi karena perusahaan merugi dalam beberapa periode tertentu. Secara pembukuan, kerugian tersebut akan masuk ke dalam neraca di bagian saldo laba atau rugi di sisi ekuitas. "Adanya kerugian tersebut membuat catatan di ekuitas menjadi negatif," ungkap Reza kepada Kontan.co.id, Senin (28/12). 

Baca Juga: Saham perbankan LQ45 masih laggard, simak rekomendasinya

Dia menambahkan, kerugian yang dialami suatu perusahaan dapat disebabkan oleh pengelolaan beban usaha yang tidak baik. Sehingga, pembengkakan dari sisi beban memberatkan pendapatan perusahaan. 

Di sisi lain, kerugian dapat juga dipicu oleh kondisi makro yang mengikis pendapatan hingga tidak mampu menanggung beban yang ada. Ini seperti yang terjadi sepanjang tahun 2020, pendapatan berbagai emiten tertekan karena ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19. 

Tidak jauh berbeda, Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta mengamati, rata-rata saham yang terkena notasi khusus ekuitas negatif memang menghadapi tantangan dari sisi fundamentalnya. Ini tidak terlepas dari pandemi Covid-19 yang berimbas pada bisnis emiten dalam berbagai sektor. 

Menurut Nafan, emiten dengan ekuitas negatif perlu mengumpulkan kembali kepercayaan masyarakat dengan menerapkan good corporate governance (GCG). Diharapkan, kinerja fundamental perusahaan akan membaik sehingga mengembalikan kepercayaan investor. Kepercayaan inilah yang nantinya akan mengerek kembali pergerakan harga sahamnya. 

Baca Juga: Saham penghuni indeks LQ45 sudah naik tinggi, emiten pertambangan mendominasi

Asal tahu saja, saham dengan notasi khusus mayoritas tidak likuid sehingga tidak menarik untuk dikoleksi. Nafan pun menyarankan investor untuk menghindari terlebih dahulu saham-saham dengan notasi khusus itu. "Investor yang belum masuk lebih baik wait and see sambil lihat kinerjanya yang lebih efektif lagi, kinerja fundamental membaik," kata Nafan kepada Kontan.co.id, Senin (28/12). 

Akan tetapi, di antara saham-saham yang memiliki notasi khusus tadi,  Nafan mengamati GIAA masih memiliki sentimen positif yang memungkinkan mengerek harga saham emiten pelat merah itu. Menurut dia, saham GIAA berpotensi terdongkrak oleh komitmen pemerintah untuk menciptakan kondisi bisnis yang kondusif bagi BUMN.

Di sisi lain, saham emiten penerbangan itu terdorong sentimen positif holding pariwisata BUMN. Secara jangka panjang, saham GIAA sebenarnya masih menarik. Hanya saja investor perlu sangat bersabar, apalagi untuk bisa take profit di level Rp 630 seperti yang dialami pada November tahun lalu.  

Sementara itu, Reza cenderung menyarankan investor untuk kembali memastikan fundamental emiten-emiten yang dikenai tato E. Di sisi lain, investor perlu mencermati pemberitaan yang beredar. 

Baca Juga: Garuda Indonesia minta restrukturisasi utang ke Pertamina, begini komentar pengamat

Reza memberi contoh, saham GIAA yang tertekan begitu didapati pemberitaan mengenai pandemi. Tekanan harga yang dialami GIAA disebabkan oleh investor yang khawatir keuangan GIAA semakin parah dengan minimnya masyarakat yang bepergian menggunakan pesawat terbang. 

"Tetapi, ketika ada pemberitaan pemerintah akan membentuk holding pariwisata dan makin ke sini mulai dibukanya penerbangan, harga saham GIAA kembali naik dan investor mulai kembali percaya diri bertahap," kata Reza. 

Sekadar informasi, pada penutupan perdagangan Senin (28/12), GIAA ditutup di level Rp 432. Secara year to date (ytd) harga sahamnya sudah melorot 13,25%. Akan tetapi selama enam bulan belakangan saham GIAA mampu menguat 61,19%. Penguatan signifikan terjadi sejak tiga bulan lalu, mencapai 83,05%. 

Baca Juga: IHSG naik 1,41% pada awal perdagangan pekan ini, berikut sentimen pendorongnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×