Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Adaro Energy Tbk (ADRO) agresif membidik lelang proyek pembangkit listrik. Setelah tertunda beberapa tahun, ADRO mulai membangun PLTU Batang berkapasitas 2x1.000 MW di tahun ini. Kelak, bisnis pembangkit diharapkan berkontribusi signifikan terhadap pendapatan perusahaan ini.
Analis Daewoo Securities Andy Wibowo Gunawan menilai, strategi ADRO masuk proyek pembangkit listrik merupakan langkah tepat. Ini sejalan dengan bisnis utama ADRO di sektor batubara. Tentu emiten ini akan memasok batubara ke pembangkit listrik sendiri.
Strategi bisnisnya seperti skema PTBA yang menjual batubara ke PLN, sesama perusahaan pelat merah, dengan skema kontrak jangka panjang.
“Melalui anak usahanya, ADRO konsorsium membangun proyek Batang. Jika ADRO menjual batubaranya ke PLTU Batang, maka volume penjualannya lebih pasti sehingga secara prinsip bisa menjaga volume penjualan jangka panjang,” kata Andy kepada KONTAN, kemarin.
Skema kontrak jangka panjang ini akan berlaku untuk pembangkit lain yang bakal digarap ADRO. Alhasil, bisnis pembangkit listrik menjadi salah satu mesin pertumbuhan ADRO di jangka panjang.
Potensi bisnis pembangkit cukup cerah di masa depan. Sebab, pemerintah fokus mengembangkan pembangkit listrik melalui megaproyek kelistrikan 35.000 MW. ADRO melalui anak usahanya, PT Adaro Power, juga masih memburu proyek listrik lain, seperti pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) Jawa I, PLTU Sumsel 8, 9 dan 10 serta Kalimantan III.
Analis Indo Premier Securities Frederick Daniel, menulis dalam risetnya, Selasa (1/11), proyek ADRO di Batang dalam proses penyelesaian, di mana pembangunan sudah 17%. Pembangkit listrik ini ditargetkan rampung 2020.
“Kami menyukai lokasi proyek tersebut yang dekat Laut Jawa. Ini menguntungkan ADRO karena akses ke transportasi tongkang dan jarak lebih pendek antara sistem transmisi listrik Jawa Timur dan Jawa Barat,” tulisnya.
Analis Samuel Sekuritas Sharlita Malik dalam risetnya (3/11) bilang, perkembangan proyek pembangkit bisa menjadi katalis positif bagi ADRO dalam jangka panjang. Selain itu, kinerja ADRO akan terdorong permintaan yang relatif meningkat sejalan tibanya musim dingin.
Sharlita memprediksi kenaikan harga batubara masih berlanjut seiring rencana Pemerintah Tiongkok menutup kontrak suplai 2017. "Penurunan stripping ratio jadi 4,9 kali di 2017 juga menopang pertumbuhan ADRO ke depannya,” kata dia.
ADRO berhasil menurunkan stripping ratio ke 4,7 kali dan menurunkan overburden removal sebesar 17% (qoq) menjadi 63,6 mbcm. Per September, ADRO menjaga level stripping ratio di 4,4 kali.
Senada dengan Sharlita, analis CLSA Janeman Latul dalam risetnya pada Rabu (2/11) menilai, dengan pencapaian kuartal III-2016, ADRO mampu meraih penjualan batubara sampai 54 juta ton, yang merupakan target penjualan tertinggi ADRO di 2016.
Frederick merekomendasikan buy ADRO dengan target Rp 2.000 per saham. Sharlita dan Janeman juga merekomendasikan buy dengan target masing-masing Rp 2.100 dan Rp 1.640. Harga saham ADRO kemarin turun 3,26% ke Rp 1.630 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News