Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - PT Intraco Penta Tbk (INTA) makin serius memperbesar portofolio bisnis listrik. Selain membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik sendiri, distributor alat berat itu juga menggarap proyek PLTU bersama pihak ketiga.
Melalui anak usahanya PT Inta Daya Perkasa, INTA berharap bisnis pembangkit listrik bisa meningkatkan pundi-pundi pendapatan berulang alias recurring income perusahaan. "Model bisnis kelistrikan memberikan pendapatan pasti yang berulang dalam jangka panjang, ungkap Willianto Febriansa, Direktur PT Inta Daya Perkasa kepada KONTAN, Jumat (15/9).
Dengan masuk ke bisnis setrum, INTA berharap punya model bisnis yang seimbang, dengan kombinasi pendapatan berulang dan pendapatan dinamis dari lini usaha lainnya. INTA mulai serius menjajaki diversifikasi bisnis sejak harga komoditas batubara mulai turun, pada 2012 silam.
INTA kini mengubah visi menjadi perusahaan yang membangun ekonomi lokal dengan bisnis pembangkit listrik. Langkah pertama INTA masuk ke bisnis pembangkit listrik dimulai sejak tahun 2015. Kala itu, INTA menyepakati power purchase agreement (PPA) dengan PT Perusahaan Listik Negara (PLN).
Berdasarkan kesepakatan tersebut, INTA membangun PLTU berkapasitas 2x100 megawatt (MW) di Bengkulu. Nilai investasi proyek ini mencapai US$ 360 juta. Willianto memaparkan, proyek ini tengah memasuki tahap konstruksi. Sebagian besar pendanaan proyek telah diperoleh dari pendanaan dua bank asal Tiongkok.
Akhir tahun nanti, INTA berharap konstruksi PLTU Bengkulu sudah bisa mencapai 20% dari target. Sehingga, PLTU ini bisa beroperasi penuh pada Februari 2020 mendatang. Kelak, pembangkit listrik ini bisa menyumbang pendapatan berulang sekitar US$ 2,46 miliar, selama kurun waktu 25 tahun.
Baru-baru ini, INTA juga memperbesar proyek listrik dengan mengakuisisi 30% saham PT Petra Unggul Sejahtera, salah satu pemilik proyek PLTU Tanjung Kasam, di Batam, Kepulauan Riau. Pembangkit listrik berkapasitas 2x55 MW itu sudah beroperasi sejak tahun 2012. Sehingga, pembangkit listrik ini akan mulai berkontribusi terhadap laporan keuangan INTA kuartal III-2017.
Lantaran baru mengantongi kepemilikan dua PLTU, INTA masih berupaya membidik proyek lainnya. Namun, INTA masih merahasiakan proyek mana yang tengah dibidik. Hanya saja, penambahan proyek listrik belum akan dilakukan di sisa tahun ini.
Pendapatan berulang
Dengan ekspansi bisnis listrik itu, INTA berharap kontribusi pendapatan berulang perusahaan bisa naik signifikan. Jika saat ini kontribusi pendapatan rutin baru sekitar 15%-20% yang berasal dari bisnis alat berat, maka dengan adanya bisnis pembangkit listrik, diharapkan porsinya bisa naik hingga 50%.
"Ini bukan target fix, tetapi kombinasi pendapatan diharapkan bisa memberi pertumbuhan yang sustainable antar lini bisnis," imbuh Willianto. INTA sudah mengembangkan empat lini bisnis, yakni alat berat dan konstruksi, jasa pertambangan, industri dan manufaktur serta energi dan kelistrikan.
Hingga saat ini, pendapatan terbesar INTA masih berasal dari lini bisnis alat berat dan konstruksi. Merujuk pada laporan keuangan INTA semester I-2017, lini bisnis alat berat dan konstruksi berkontribusi hingga 72% atau sekitar Rp 726,7 miliar dari total pendapatan sebesar Rp 1,01 triliun.
Fred L. Manibong, Direktur Keuangan INTA, mengatakan, hingga akhir tahun 2017 nanti, bisnis alat berat masih akan menjadi penopang pendapatan perusahaan. Kalau di paruh pertama kontribusi alat berat hanya 72%, maka di penghujung tahun porsinya meningkat menjadi 75%80%.
Dari Januari hingga Juli 2017, penjualan di luar komponen mencapai Rp 615,7 miliar. Dalam volume, penjualannya menyentuh angka 319 unit alat berat. Jika dibandingkan dengan penjualan pada periode yang sama tahun 2016 yakni Rp 351,6 miliar, nilai penjualan alat berat hingga Juli 2017 telah tumbuh 75,11%. Sementara volume penjualannya naik 52%.
Lalu, sejak Juni hingga Desember 2017, INTA sudah mengantongi kontrak di tangan sebesar Rp 1,23 triliun. Selain dari alat berat, nilai kontrak ini termasuk kontrak bisnis fabrikasi. Kontrak tersebut diharapkan bisa diselesaikan hingga tutup tahun 2017. "Kami juga akan memperkuat marketing sales dan after sales services. Anak usaha kami, PT Intraco Penta Prima Service, juga akan meluncurkan tipe alat berat baru," imbuh Fred.
Hingga akhir tahun ini, INTA berharap bisa mencatatkan kenaikan pendapatan sekitar 20%-30% dibandingkan pendapatan tahun lalu yang sebesar Rp 1,51 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News