Reporter: Yoliawan H | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan harga batubara masih menjadi salah satu sentimen utama yang akan mempengaruhi industri dan saham-saham emiten alat berat. Sebab, sebagian besar penjualan alat berat masih menyasar indutri tambang batubara.
Sebut saja PT Intraco Penta Tbk (INTA) mencatat, 45% penjualan alat berat mereka ada pada sektor pertambangan batubara. INTA sendiri membukukan penjualan alat berat pada November 2018 sebesar Rp 1,7 triliun.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, industri alat berat akan ramai ketika batubara sedang booming. Chris menambahkan, yang menjadi perhatian khusus saat ini adalah indeks batubara yang menjadi acuan yakni ICE Newcastle dirasa sudah tidak relevan mewakili kondisi pasar.
“Indeks ICE Newcastle tidak mencerminkan indeks market coal di pasaran. Mereka sudah beralih. Memang harga ICE Newcastle berada di kisaran US$ 100 per ton, padahal, dipasaran harga batubara masuk ke Indonesia coal index 4. Di sini indeks harga batubara lumayan drop jauh,” ujarnya saat ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (21/1).
Menurutnya, sejalan dengan penurunan harga batubara, industri alat berat pun rawan terkena sentimen negatif. Jadi, kata Chris, prospek emiten alat berat tidak akan jauh berbeda dari tahun lalu.
Kendati demikian, masih ada angin segar yang dapat mendorong industri alat berat seperti dari industri non batubara yang diprediksi semakin meningkat. Prospek harga eEmas, nikel dan timah diprediksi membaik. Tesla akan membangun pabrik di Cina plus proyek MRT di Cina senilai 1 triliun yuan akan mengerek harga nikel dan baja.
“Kami harapkan dari mineral lain akan bangkit. Itu kenapa PT United Tractors Tbk (UNTR) beli tambang Martabe juga,” ujar Chris.
Ia sendiri merekomendasikan saham UNTR. Meski banyak sentimen negatif, menurut Chris, pasar melihat valuasi saham UNTR sudah cukup murah dan berada di bawah harga rata-rata. Sekadar informasi, price earnings ratio UNTR sebesar 8,32 kali.
Chris memperkirakan, dalam jangka panjang harga saham UNTR masih bisa kembali ke level Rp 30.000 per saham. Hingga pukul 14.34 WIB, Senin (21/1), harga saham UNTR tercatat naik 0,19% ke level Rp 26.975 per saham.
Tahun ini, UNTR menargetkan penjualan alat berat sebanyak 4.900 unit. Target naik sekitar 2% ketimbang target penjualan alat berat pada tahun 2018 yang sebanyak 4.800 unit.
Selama ini penjualan alat berat UNTR untuk sektor pertambangan menyumbang pendapatan terbanyak. Sampai Oktober 2018, kontribusi dari penjualan alat berat ke sektor pertambangan mencapai 53%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News