Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Analis Binaartha Sekuritas Mohammad Nafan Aji menilai prospek saham PT Timah Tbk (TINS) ke depan masih cukup baik. Apalagi, secara global jumlah pasokan timah cenderung terbatas karena bagian dari renewable energy.
Selain itu, volume aktivitas pertambangan timah juga mengalami kenaikan. Dari sisi permintaan, Nafan juga melihat ada kecenderungan meningkat.
"TINS juga punya pertambangan yang bisa digarap, jadi saya rasa kenaikan volume pertambangan juga berpotensi meningkatkan penjualan timah perusahaan baik domestik maupun ekspor," kata Nafan kepada Kontan.co.id Selasa (4/9).
Selain itu, dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai, TINS juga dipercaya untuk menggarap beberapa tambang seperti di Nigeria dan Myanmar, sehingga masuk dalam kategori ekspansi bisnis TINS dalam meningkatkan produksi.
"Itu bisa berpotensi memberikan kontribusi terhadap kinerja penjualan, hingga laba bersih itu sendiri. Secara teknikal juga menarik karena sudah pada level jenuh jual," jelasnya.
Ditambah lagi, dengan iklim investasi pertambangan ke depan, TINS diharapkan mampu menggenjot kapasitas dan kapabilitas ekspor dengan memanfaatkan pelemahan nilai tukar rupiah. Dengan begitu, pendapatan perusahaan tersebut juga bisa ikut terdorong.
Apalagi, menurut Nafan saat ini pergerakan harga komoditas global masih dalam tren positif. Sehingga turut jadi momentum bagi TINS untuk meningkatkan volume produksinya tahun ini.
"Investor sudah bisa lakukan akumulasi beli, dengan target harga jangka pendek Rp 815 dan jangka panjang Rp 1290," ungkap Nafan.
Dalam laporan keuangan, Timah mencatatkan laba periode berjalan yang dapat didistribusikan ke pemilik entitas induk sebesar Rp 170,14 miliar pada semester I-2018. Angka tersebut naik 12,93% dari catatan laba Rp 150,65 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya.
Di enam bulan pertama tahun ini, TINS membukukan pendapatan usaha naik 1,62% jadi Rp 4,37 triliun dari pendapatan usaha Rp 4,30 triliun tahun sebelumnya, dan beban pokok pendapatan naik tipis 0,81% jadi Rp 3,70 triliun dari beban pokok pendapatan Rp 3,67 triliun.
perusahaan telah berhasil menurunkan biaya perolehan bahan baku bijih timah sebesar 18% year on year (yoy). Begitu juga total biaya perolehan bijih timah, turun menjadi Rp 2,06 miliar dari Rp 2,52 miliar pada tahun sebelumnya.
Meskipun diakui, kalau total beban pokok pendapatan mengalami sedikit peningkatan sebesar 1% dari Rp 3,67 miliar menjadi Rp 3,70 miliar. Namun, itu dirasa tidak berdampak besar terhadap pencapaian laba kotor yang meningkat menjadi Rp 674 miliar dengan margin laba kotor sebesar 15%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News