kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Prospek jangka panjang emiten menara masih menjulang tinggi


Senin, 26 Oktober 2020 / 07:05 WIB
Prospek jangka panjang emiten menara masih menjulang tinggi


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Handoyo .

“Disisi lain, di omnibus law juga dimandatkan untuk pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi pasif, termasuk menara, kepada operator telekomunikasi lain tanpa diskriminatif. Hal ini membuat operator yang memiliki banyak menara seperti Telkomsel menjadi saingan para emiten menara,” sambung Yosua.

Kendati demikian, Yosua melihat prospek emiten menara secara umum ke depannya masih sangat menarik. Dengan kebutuhan menara oleh operator masih tinggi seiring tingginya penggunaan internet. Jadi tanpa omnibus law pun, industri menara tetap akan berkinerja secara solid. 

Sementara analis Ciptadana Sekuritas Gani dalam risetnya pada 12 Oktober 2020 menuliskan, RUU Omnibus Law secara jangka pendek memang akan membuat outlook emiten menara sedikit terganggu. Namun, secara jangka panjang, emiten menara masih punya prospek yang cerah mengingat masih belum berkembangnya sektor tower telekomunikasi Indonesia.

“Jumlah towernya masih 3,6 per 10.000 populasi, padahal rata-rata global sebanyak 8,1 tower per 10.000 populasi. Ditambah lagi karena rasio overlay BTS 4G-ke-3G dan 4G-ke-2G melampaui 1x. Jadi ini akan membuat kinerja emiten menara masih akan terus tumbuh ke depan,” tulis Gani.

Gani sendiri memilih TBIG sebagai emiten menara pilihannya lantaran punya basis konsumen yang kuat, punya model bisnis yang defensive dan berbasis uang tunai, sebuah model yang sangat menguntungkan di tengah situasi saat ini.

Sementara Yosua juga menjagokan TBIG dan TOWR karena merupakan emiten menara independen yang memiliki jumlah menara terbanyak di Indonesia. Dengan semakin banyak menara yang dimiliki, semakin tinggi pula bargaining power mereka untuk mendapat tambahan sewa menara dari para operator.

Sukarno pun menjagokan TBIG dan TOWR sebagai pilihannya. “TBIG sedikit lebih baik dari tenancy ratio di 1.96x, sedangkan TOWR hanya 1.79x. Selain itu, TBIG memiliki rasio OPM 73% yang lebih tinggi dari TOWR yang 61%. Tapi rasio NPM TOWR 35.31% lebih baik dari TBIG 19.81% serta TOWR secara valuasi masih lebih rendah dari TBIG,” pungkas Sukarno.

Selanjutnya: Pasca Jual Menara, Telkomsel Bertransformasi Menuju Perusahaan Digital Telekomunikasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×