Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kawasan Asia diproyeksikan masih menjadi pilihan investasi offshore yang menarik. Walaupun, secara valuasi sudah di atas rata-rata historis-nya serta masih terkena beberapa katalis negatif, secara prospek, kawasan Asia dinilai masih punya peluang dan potensi yang menjanjikan.
Portfolio Manager, Equity Manulife Aset Manajemen Indonesia Andrian Tanuwijaya mengatakan, di tengah berbagai dinamika pasar yang ada saat ini, pasar Asia justru menunjukkan potensi yang menarik.
“Beberapa indikator ekonomi seperti neraca transaksi berjalan, inflasi dan cadangan devisa sudah semakin membaik. Makro ekonomi yang semakin baik membuat Asia menjadi lebih resiliensi dalam menghadapi goncangan volatilitas di pasar global,” kata Andrian dalam rilis seeking Alpha edisi Mei yang diterima Kontan.co.id, Senin (10/5).
Lebih lanjut, dia melihat, Asia sebagai bagian penting dari rantai pasokan global, akan diuntungkan oleh pemulihan ekonomi global. Selain itu, dengan membaiknya selera risiko global, kepemilikan asing yang relatif rendah dan tren kebijakan moneter/fiskal yang masih akomodatif diharapkan dapat menambah daya tarik investasi ke pasar Asia untuk mencari imbal hasil yang lebih atraktif.
Sementara itu, pasar Asia juga akan diuntungkan dari pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) seiring meningkatnya aktivitas perdagangan di Asia. Secara historis defisit neraca berjalan di AS merupakan refleksi dari surplus neraca berjalan di Asia di mana pemulihan aktivitas ekonomi AS cenderung mendorong permintaan dan ekspor dari Asia.
Baca Juga: IHSG melemah ke 5.921 pada akhir sesi I hari ini (11/5), asing lepas BBRI, AMRT, INKP
Walau demikian. pasar Asia saat ini tengah diterpa sentimen negatif berupa melonjaknya kasus Covid-19 di India dan sejumlah wilayah lainnya.
Namun Andrian justru tidak terlalu khawatir mengenai dampaknya. Pasalnya, kini India lebih mengedepankan mitigasi berupa vaksinasi ketimbang lockdown. Apalagi, India merupakan salah satu negara yang punya kapasitas vaksin yang cukup untuk memvaksinasi penduduknya.
“Jadi, pasar sudah “forward looking” pada pemulihan ekonomi pasca gelombang kedua, sehingga pasar saham relatif tidak mengalami penurunan yang berarti. Kami masih optimistis terhadap tema investasi di India yang mengusung formalisasi ekonomi, digitalisasi dan pertumbuhan manufaktur,” imbuh Andrian.
Sentimen negatif lainnya juga datang dari kebijakan pemerintah China yang melakukan pengetatan likuiditas seiring 50% dari total Special Purpose Loan senilai US$ 528 miliar sudah berakhir pada bulan lalu. Andrian menilai hal tersebut akan membuat volatilitas pasar yang disebabkan oleh kekhawatiran pengetatan likuiditas masih dapat berlanjut selama paruh pertama 2021.
Namun dari sisi ekonomi, ia melihat China masih berada dalam jalur pemulihan yang solid dan orderly deleveraging ini akan semakin meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonominya.
Langkah tersebut diambil oleh pemerintah China untuk mencegah perekonomiannya dari overheating dan menekan aksi spekulasi. Apalagi, aktivitas ekonomi masih kuat karena didorong oleh permintaan ekspor yang tinggi dan akselerasi siklus belanja modal domestik.
“Sehubungan dengan pasar saham China, kami tetap optimis untuk 2021. Kami menangkap peluang investasi lewat perusahaan yang memiliki tema pertumbuhan struktural yang kuat dan diuntungkan dari pemulihan aktivitas global seperti misalnya sektor industrial, material dan teknologi,” jelasnya.
Baca Juga: Reksadana pendapatan tetap catatkan kinerja paling apik dalam sepekan terakhir
Adapun, dari segi valuasi, saat ini pasar saham Asia sudah berada di atas rata-rata historis-nya. Walau begitu, Andrian menyebut bahwa hal tersebut juga terjadi di kawasan lain, bahkan di kawasan negara maju.
Tetapi meskipun valuasi pasar saham Asia lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata historis, namun valuasinya tetap lebih rendah dibandingkan dengan valuasi negara maju yang menawarkan valuasi ±22% lebih tinggi dibandingkan Asia.
Ke depan, ia melihat kecepatan dan keberhasilan vaksinasi menjadi faktor penting yang perlu dicermati untuk sentimen kawasan pasar Asia. Menurutnya, nantinya perhatian pasar tidak hanya berfokus pada pandemi, namun akan bergeser pada outlook inflasi, komunikasi bank sentral dan pemulihan aktivitas terutama di sektor jasa.
Guna mengoptimalkan pengelolaan portofolio MAMI di kawasan Asia, Andrian menyebut pihaknya mengedepankan fokus pada perusahaan yang menawarkan potensi pertumbuhan yang kuat dengan valuasi yang baik.
Ia memperkirakan bahwa pemulihan permintaan dari negara maju akan menguntungkan perusahaan komoditas global. Hal ini dikarenakan belanja infrastruktur akan mendorong permintaan akan komoditas.
“Selain itu, sektor siklikal yang diuntungkan dari pemulihan ekonomi seperti consumer discretionary, auto, dan IT components juga menjadi salah satu sektor andalan yang kami sukai. Sementara untuk sektor defensif kami mempertahankan alokasi pada utilities dan telecommunication,” pungkas Andrian.
Selanjutnya: Telkomsel tambah investasi di Gojek sebagai langkah strategis tumbuhkan pasar digital
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News