Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menekan sejumlah emiten, terutama perusahaan yang memiliki komponen impor dan utang dolar dengan porsi yang besar.
Head of Research Analyst FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo mengatakan, beberapa perusahaan yang terdampak pelemahan nilai tukar rupiah meliputi PT MNC Investama Tbk (BHIT), PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL), PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), dan PT Modernland Realty Tbk (MDLN).
Ia bilang, perusahaan-perusahaan tersebut mendapat risiko lebih tinggi terhadap kenaikan tingkat utang dan biaya lantaran memiliki porsi utang dalam mata uang dolar yang cukup besar. Dalam catatan Kontan, BHIT dan GJTL memiliki porsi utang dalam mata uang dolar AS sebesar 90%.
Selanjutnya, pelemahan rupiah juga berdampak negatif terhadap emiten yang mengandalkan impor. Dalam hal ini, menurut Wisnu sektor farmasi yang paling terpukul. Pasalnya, bahan baku obat-obatan mayoritas diimpor dari luar negeri.
Adapun emiten farmasi yang terdampak seperti PT Phapros Tbk (PEHA), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), dan PT Indofarma Tbk (INAF).
Baca Juga: Pelemahan kurs memangkas laba emiten, ini di antaranya
Misalnya saja KAEF, selama ini perusahaan tersebut masih mengimpor sekitar 90% bahan baku. “Untuk perusahaan yang terdampak, mereka bisa melakukan strategi seperti subtitusi impor dan melakukan hedging utang apabila dalam bentuk valas,” katanya, Minggu (3/5).
Dengan strategi tersebut, setidaknya mampu menahan penurunan risiko rugi kurs bagi emiten. Dalam hitungannya, level aman nilai tukar rupiah bagi emiten berada di kisaran Rp 14.500 hingga Rp 15.000.
Ia menambahkan, bagi emiten yang terpenting adalah nilai tukar rupiah yang stabil, sehingga emiten dapat membuat estimasi-estimasi perencanaan dengan lebih mudah.
Merujuk Bloomberg, pada perdagangan Kamis (30/4) rupiah menguat 2,70% ke level Rp 14.882 per dolar AS. Sekadar mengingatkan, kurs rupiah sempat menyentuh Rp 16.225 per dolar AS.
Lebih lanjut, Wisnu memprediksi kinerja emiten yang memiliki utang dengan jumlah banyak dalam dolar seperti BHIT, GJTL, ASRI, dan MDLN masih cukup berat untuk tahun ini. Oleh karena itu, ia menyarankan pelaku pasar untuk wait and see lebih dulu saham-saham tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News