kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Porsi reksadana di SBN makin gemuk


Sabtu, 25 Maret 2017 / 17:00 WIB
 Porsi reksadana di SBN makin gemuk


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Minat berinvestasi di reksadana berbasis obligasi membesar. Tak heran, per 23 Maret 2017, kepemilikan reksadana di surat berharga negara (SBN) domestik yang dapat diperdagangkan mencapai Rp 89,47 triliun.

Jumlah ini naik Rp 3,81 triliun atau 4,45% dari posisi akhir 2016 sebesar Rp 85,66 triliun. Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Nicodimus Anggi Kristiantoro menilai, kepemilikan reksadana di SBN naik lantaran kenaikan harga obligasi pemerintah. Sejak awal tahun, investasi di SBN memberi imbal hasil rata-rata 5,48%, sebagaimana tercermin dari kenaikan INDOBeX Government Total Return.

Pasar obligasi negara bergairah lantaran membaiknya persepsi investor terhadap ekonomi dan fundamental Indonesia, kendati tekanan global melanda. Buktinya, ketika The Fed mengerek suku bunga acuan Maret lalu, obligasi domestik justru menghijau. "Memang pelaku pasar sudah mengantisipasi isu kenaikan suku bunga The Fed sebelumnya, jadi hal itu bukan lagi menjadi suatu hal yang menakutkan," kata Nicodimus.

I Made Adi Saputra, Analis Fixed Income MNC Securities, menambahkan, kenaikan harga obligasi memicu tingginya minat investor terhadap reksadana berbasis SBN. Investor pun berbondong-bondong masuk ke reksadana pendapatan tetap, sebelum S&P menetapkan peringkat utang Indonesia tahun ini.

Harapannya, S&P kali ini mengganjar Indonesia dengan rating layak investasi. "Investor mengoptimalkan return dengan beli sekarang. Kalau S&P sudah menaikkan baru beli, ya, telat tidak dapat capital gain," terang Made.

Berkat ketentuan IKNB

Kenaikan reksadana di SBN juga berkat permintaan industri keuangan non bank (IKNB). Sejak awal 2016, IKNB berusaha memenuhi ketentuan minimum investasi obligasi pemerintah yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Akhirnya reksadana berbasis SBN menjadi alternatif bagi IKNB yang kesulitan memburu obligasi negara secara langsung.

Infovesta Utama mencatat, terdapat 10 produk reksadana pendapatan tetap anyar yang meluncur di tahun ini hingga akhir Februari lalu. Sementara reksadana campuran bertambah 10 produk.

Made memprediksi kepemilikan reksadana di SBN masih bisa menggemuk Rp 6,5 triliunRp 11,5 triliun di sisa semester I-2017. Sebab, sebagian IKNB, semisal asuransi maupun dana pensiun, masih akan berusaha memenuhi ketentuan minimal investasi SBN dari regulator.

Apalagi, instrumen obligasi negara kini terbilang atraktif. Pelaku pasar juga menganggap surat utang pemerintah bisa memberi cuan lebih tinggi, lantaran likuiditas instrumen ini tinggi. "Sebagian investor juga mengalihkan dana ke reksadana yang sudah dibundel khusus dengan Sukuk Negara Ritel seri SR-009, jadi kepemilikan reksadana di SBN bisa tambah lagi," jelas Made. SR-009 bakal mulai diperdagangkan di pasar sekunder setelah 10 April 2017.

Tapi Nicodimus mengingatkan pelaku pasar tetap mewaspadai sentimen global, khususnya dari Negeri Paman Sam. Made memprediksi, yield surat utang negara (SUN) bertenor 10 tahun akan berada di kisaran 7%-7,25% pada semester I-2017. Pada Jumat (24/3), yield FR0059 berada pada level 7,08%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×