kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kepemilikan reksadana di SBN terus melaju


Jumat, 24 Maret 2017 / 19:36 WIB
Kepemilikan reksadana di SBN terus melaju


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Manajer investasi gesit meraup obligasi pemerintah Indonesia sejak awal tahun 2017. Merujuk situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 22 Maret 2017, kepemilikan reksadana di surat berharga negara (SBN) domestik yang dapat diperdagangkan mencapai Rp 89,24 triliun. Nominal tersebut melonjak Rp 3,58 triliun atau 4,17% dari posisi akhir tahun 2016 yang tercatat Rp 85,66 triliun.

Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Nicodimus Anggi Kristiantoro berpendapat, penambahan kepemilikan reksadana di SBN disebabkan penguatan pasar obligasi pemerintah sejak awal tahun. Ini tercermin pada INDOBeX Government Total Return yang melaju 5,48% (YtD) per 24 Maret 2017.

Katalis positif bersumber dari membaiknya persepsi investor terhadap stabilitas ekonomi dan ketahanan fundamental Indonesia kendati tekanan global melanda.

Buktinya, ketika Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed mengerek suku bunga acuan pada 16 Maret 2017, pasar domestik justru menghijau. Pekan lalu, suku bunga The Fed naik 25 bps menjadi 0,75% - 1%.

"Memang isu kenaikan suku bunga The Fed sudah diantisipasi pelaku pasar sebelumnya, bukan lagi menjadi suatu hal yang ditakutkan," tukasnya.

I Made Adi Saputra, Analis Fixed Income MNC Securities sepakat, kenaikan harga obligasi sejak awal tahun memang memicu tingginya minat investor terhadap reksadana berbasis SBN. Mereka berbondong-bondong mengakumulasi reksadana pendapatan tetap sebelum Indonesia mendapatkan rating layak investasi dari Standard & Poor's (S&P) pada Mei 2017.

"Mereka mengoptimalkan return dengan beli dulu sekarang. Kalau S&P sudah menaikkan baru beli, ya telat tidak dapat capital gain," terangnya.

Permintaan reksadana dengan underlying asset SBN juga berasal dari industri keuangan non bank (IKNB). Sejak awal tahun 2016, mereka memang berusaha memenuhi ketentuan minimum investasi obligasi pemerintah yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Reksadana berbasis SBN memang dapat menjadi alternatif bagi IKNB yang kesulitan memburu obligasi negara secara langsung di pasar primer maupun sekunder.

Buktinya, Infovesta Utama mencatat, terdapat 10 produk reksadana pendapatan tetap anyar yang meluncur sejak awal tahun hingga akhir Februari 2017. Begitu pula reksadana campuran yang bertambah 10 produk baru periode sama. Sementara reksadana terproteksi baru bertambah 13 produk.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×