Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Guna mengoptimalkan imbal hasil (return), manajer investasi menggemukkan porsi obligasi korporasi dalam produk reksadana pasar uang. Namun, ada sebagian manajer investasi yang tetap mempertahankan racikannya untuk menjaga likuiditas.
Fund Manager BNI Asset Management Andre Varian mengungkapkan, untuk menunjang return, saat ini perusahaan menambah aset dasar efek obligasi korporasi dalam reksadana pasar uang kelolaan mereka.
Sebab, volatilitas yang melanda pasar surat utang dalam negeri dalam beberapa pekan terakhir sudah mengangkat posisi yield surat utang negara (SUN). Merujuk situs Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) per Senin (28/11), yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun tercatat di level 8,28%.
Walhasil, kupon obligasi korporasi pun kian menarik, bahkan mencapai dua digit. "Kami memperbesar obligasi korporasi yang memiliki imbal hasil tinggi, di atas 9%," terangnya.
Kendati enggan merinci besaran penambahan tersebut, Andre menuturkan, perusahaan mengutamakan obligasi korporasi dengan rating minimal "idA-" untuk surat utang terbitan emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta "idAA-" untuk besutan swasta.
Mengacu fund fact sheet reksadana pasar uang BNI-AM Dana Pasar Uang Kemilau per Oktober 2016, perusahaan mengalokasikan mayoritas dana pada deposito perbankan 93,4%. Sisanya 5% pada efek obligasi korporasi dan 1,6% untuk kas.
Menurut Andre, perusahaan masih berpotensi menambah porsi obligasi korporasi bagi produk reksadana pasar uang di waktu mendatang. Sebab, mereka optimistis pasar surat utang dalam negeri akan rebound pada Desember 2016 atau Januari 2017 mendatang.
Maklum, berdasarkan data historis, secara psikologis investor asing cenderung kembali mengakumulasi SUN secara bertahap jika yield obligasi negara bertenor 10 tahun sudah bertengger di atas 8,25%.
"Menurut hemat kami, kenaikan time deposit terbatas hanya 25 bps - 50 bps saja hingga kuartal I 2017," terkanya. Sebaliknya, apabila pasar obligasi mulai berbalut tren bullish, obligasi korporasi berdurasi tiga tahun hingga lima tahun berpeluang mendulang kenaikan harga (capital gain) yang signifikan.
Investment Director PT Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana mengakui, saat ini perusahaan masih mempertahankan porsi obligasi korporasi sekitar 50% dalam reksadana pasar uang mereka.
Namun, jika valuasi rupiah di hadapan dollar Amerika Serikat (AS) mulai stabil, perusahaan berencana menggemukkan porsi surat utang emiten hingga 60%. Di pasar spot, Senin (28/11) valuasi rupiah melemah tipis 0,05% di level Rp 13.532 per dollar AS dibanding hari sebelumnya.
"Sektor (obligasi korporasi) tidak spesifik. Yang penting yield dan rating bagus," imbuhnya. Mengutip fund fact sheet reksadana pasar uang Sucorinvest Money Market Fund per Oktober 2016, lima efek terbesar obligasi korporasi berasal dari sektor keuangan, baik perbankan maupun perusahaan pembiayaan (multifinance). Adapun perusahaan hanya akan mengakumulasi obligasi korporasi dengan rating minimal "idBBB+.
Di sisi lain, PT Panin Asset Management mempertahankan porsi obligasi korporasi berkisar 40% untuk produk reksadana pasar uangnya. Sisanya berupa deposito perbankan dan kas. Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menuturkan, investor biasanya memanfaatkan reksadana pasar uang sebagai tempat parkir sementara sebelum mengalihkannya ke produk reksadana lain yang lebih berisiko.
"Pertimbangan porsi obligasi tidak hanya soal return, tapi juga kemudahan melakukan switching. Sehingga tidak bisa semua di obligasi yang kurang likuid," paparnya.
Adapun obligasi korporasi yang ditilik minimal dengan rating "idA". Kendati demikian, perusahaan akan berusaha mempertahankan tingkat return sembari menjaga likuiditas reksadana pasar uangnya.
Sementara Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo menjelaskan, perusahaan bakal tetap fokus pada aset deposito untuk produk reksadana pasar uang. Memang investor kerap memanfaatkan momentum koreksi harga dengan mengakumulasi obligasi korporasi.
"Tapi investor reksadana pasar uang kami tidak suka volatilitas. Jadi kami tetap 100% di deposito," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News