Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten LQ45 telah merilis kinerja keuangan tahun 2022. Hasilnya mayoritas mencetak pertumbuhan positif, bahkan mencapai rekornya sepanjang masa. Contohnya PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Sementara lainnya, seperti big bank dan Grup Astra cenderung mencetak pertumbuhan laba double digit.
Research & Consulting Manager PT Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro mengatakan bahwa peningkatan laba bersih mayoritas emiten LQ45 sudah terprediksi sesuai tren keuangan dari kuartal I hingga kuartal III 2022. Contohnya, laba bersih big bank yang terpicu dari kenaikan NIM seiring peningkatan suku bunga.
Kemudian kinerja emiten yang berhubungan langsung dengan sektor komoditas didorong booming harga di tahun 2022.
Baca Juga: Kinerja Sejumlah Emiten LQ45 Tumbuh Subur, Masih Mampu Berlanjut Tahun Ini?
"Selain itu untuk sektor lain yang berhubungan dengan komoditas misalnya UNTR yang bergerak di sektor perindustrian juga menerima manfaat berkat kenaikan demand batubara," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (6/3).
Untuk tahun ini, untuk big bank Nico berpandangan masih memiliki potensi melanjutkan pertumbuhannya, dengan kondisi kenaikan suku bunga ataupun meredanya suku bunga.
Untuk emiten komoditas, ia menilai akan terbagi dua. Menurutnya, emiten yang fokusnya hanya pada batubara maka akan mendapat sentimen tekanan dari penurunan harga batubara. Sementara itu, emiten dengan fokus ke nikel akan mendapatkan kenaikan manfaat di tahun ini.
"Karena program hilirisasi industri logam dan mulai menggeliatnya tren Electric Vehicle yang membutuhkan bahan baku nikel," paparnya.
Di sisi lain, sejumlah emiten LQ45 juga mencetak penurunan kinerja. Contohnya, UNVR, JPFA, EXCL, SIDO yang laba bersihnya terkoreksi dan BBTN yang mengalami koreksi pada pendapatan.
Nico mengatakan bahwa untuk emiten sektor konsumsi dan menara, emiten itu mencatat penurunan laba disebabkan oleh peningkatan yang cukup signifikan dari sisi beban, baik itu beban pokok penjualan maupun beban pemasaran dan beban lainnya.
Namun, untuk tahun ini dirinya memproyeksikan sektor barang konsumsi, apalagi konsumsi primer masih akan prospek menguat di tahun 2023 seiring perbaikan daya konsumsi masyarakat.
"Apalagi akan ditambah isu sentimen kampanye pada kuartal IV 2023 yang akan semakin mendorong banyaknya perputaran uang di masyarakat sehingga emiten ritel dan konsumsi primer akan menerima manfaat dari kondisi ini," katanya.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Adaro Energy (ADRO) dari Ciptadana Sekuritas
Dari berbagai hal tersebut, Nico mengatakan untuk investasi jangka memperhatikan saham BBRI dan BMRI. Lalu dari konsumsi primer, pilihannya INDF dan ICBP karena sentimen di sektor ini masih prospektif hingga akhir tahun 2023.
"Untuk mining metal, rekomendasi saya ANTM dan MDKA," sebutnya.
Selain didorong sentimen, ia melihat beberapa saham itu memiliki valuasi yang masih murah. Contohnya PBV BMRI di 1,84 kali dan PBV BBRI di 2,35 kali, sementara PBV industri perbankan 3,08 kali.
Lalu PBV INDF di 8,01 kali yang berada di bawah industrinya pada level 20,25 kali. Kemudian mining ada ANTM dengan PBV 17,46 kali dibandingkan industrinya pada level 44 kali.
"Untuk investasi short term, bisa mengoleksi saham yang akan memberikan dividen sampai tanggal akumulasinya, yakni ASII, UNTR, dan ITMG," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News