Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
Sepanjang semester I 2021 ini, perusahaan Asia berhasil menghimpun IPO US$ 82 miliar. Ini pengumpulan dana IPO terbesar di paruh pertama yang pernah terjadi. Rekor sebelumnya terjadi pada 2010 sebesar US$ 63 miliar.
Kinerja IPO pada paruh pertama tahun ini merupakan bagian dari tren global yang mencapai rekor pada paruh pertama, yakni US$ 351 miliar.
Riuhnya aksi IPO ini sejalan dengan suku bunga yang rendah dan likuiditas yang longgar membuat investor haus akan investasi dengan imbal hasil yang lebih tinggi. Saham teknologi berada di garis depan ledakan IPO ini.
Menurut pengamat pasar modal Universitas Indonesia UI Budi Frensidy, investor yang punya akses pada pemesanan saham IPO bisa memanfaatkan peluang.
Sebab harga sahamnya bakal melesat dalam jangka pendek karena emiten dan underwriter berkepentingan jaga harga sahamnya mulai listing sampai beberapa minggu.
Baca Juga: Gojek serahkan operasional unit bisnisnya di Thailand ke AirAsia
Biasanya akan ada periode lock up sekitar 6 bulan bagi investor strategis untuk jual sahamnya agar tidak terjadi penjualan masif. Selama masa itu maka harganya naik akan besar.
Namun, dia mengingatkan risikonya akan makin besar jika para investor yang sudah mendanai para unicorn itu keluar pasca listing.
"Tidak ada jaminan harga sahamnya naik setelah 6 bulan. Jika valuasinya sudah tak murah lagi atau tak sesuai fundamental maka akan terjadi reversal." jelasnya pada Kontan.co.id, Kamis (8/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News