Reporter: Amalia Fitri | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia terpantau menguat seiring dengan berjalannya perundingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, yang berlangsung 28-29 Maret 2019, di Beijing, China.
Mengutip data dari Bloomberg, Jumat (29/3) lalu, harga minyak jenis west texas intermediate (WTI) di bursa New York Mercantile (NYMEX) kontrak pengiriman Mei 2019, menguat 1,42% ke level US$ 60,14 per barel. Sedangkan minyak jenis brent di bursa ICE New Castle, juga tercatat menguat sebesar 0,72% ke level US$ 67,58 per barel.
Direktur PT Garuda Berjangka, Ibrahim menuturkan, kenaikan harga ini selain dipengaruhi oleh pertemuan dua delegasi AS, yakni Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer serta Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin di Beijing, China, juga berkat pemangkasan produksi minyak oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Usaha OPEC dan sekutunya seperti Rusia memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari guna menyeimbangkan pasar, dinilai berhasil. Hal ini dipermudah dengan sanksi AS kepada dua anggota OPEC, yaitu Iran dan Venezuela sehingga menyebabkan pasokan minyak di pasar makin terbatas.
"Di sisi lain, intervensi AS untuk menambah produksi minyaknya juga patut diwaspadai. Presiden AS, Donald Trump, menyebut harga minyak yang mencapai US$ 60 per barel dianggap terlalu tinggi, jadi AS menyiasatinya dengan menambahkan pasokan minyak," tutur Ibrahim kepada Kontan.co.id, Jumat (29/3).
Ibrahim menilai, pertemuan antara AS dan China yang masih akan berlanjut pada 3 April mendatang di Washington, AS, masih akan memberikan penguatan pada harga minyak.
"Saat ini, harga minyak memang secara umum meningkat, tetapi sebenarnya masih sangat fluktuatif. Bisa saja saat ini berada di level US$ 60 per barel, tak lama tiba-tiba jatuh ke level US$ 58 per barel. Ini semua karena apa? Intervensi AS untuk menyeimbangkan produksi minyak yang dipangkas oleh OPEC," jelasnya.
Namun demikian, dirinya melihat kebutuhan minyak ke depannya masih cukup tinggi. Jika sebuah kesepakatan yang menguntungkan kedua pihak AS dan China tercapai, permintaan dan alur distribusi minyak akan kembali lancar. Hal ini tentu akan menyeimbangkan kembali pasar.
Namun Ibrahim menilai, diprediksi hanya bergerak di rentang US$ 55,20 per barel - US$ 62,90 per barel. Sementara dalam jangka pendek, harga minyak dilihatnya masih akan naik.
Sementara perkiraan harga minyak besok berada di rentang US$ 58,95 per barel-59,90 per barel. Untuk sepekan ke depan, harga minyak diproyeksikan bergerak di area US$ 58,20 per barel-US$ 61,30 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News