Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2019 nampaknya bukan menjadi tahun keberuntungan bagi pasar saham. Pasalnya, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang 2019 kurang moncer. Melansir RTI Business, sejak awal tahun hingga Jumat (27/12) atawa year-to-date (ytd), IHSG hanya tumbuh 2,02 %.
Pergerakan IHSG sepanjang tahun ini pun cukup dinamis. Tercatat, IHSG pernah menyentuh titik tertingginya pada level 6.547,88 yang terjadi pada 6 Februari 2019. Namun, IHSG juga pernah ambles di titik terendah di tahun ini yakni pada level 5.826.87 yang terjadi pada perdagangan 17 Mei 2019.
Baca Juga: Kinerja IHSG sepanjang tahun ini kurang memuaskan, bagaimana tahun depan?
Chief Economist dan Analis Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian mengatakan, sebenarnya pasar modal Indonesia sudah cukup dihujani oleh sentimen dan katalis positif pada awal tahun. Salah satunya kecenderungan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), yakni The Federal Reserves (The Fed) menurunkan suku bunga acuannya.
Selain itu, proses pemilihan pmum (pemilu) yang berjalan dengan kondusif juga menjadi katalis positif bagi IHSG kala itu.
Namun, Fakhrul menilai mandeknya kinerja IHSG sepanjang 2019 tidak terlepas dari loyonya pertumbuhan ekonomi nasional.
“Masalahnya kenapa IHSG tidak beranjak ke mana-mana? Karena konsen pertumbuhan eknomi Indonesia yang tidak terlalu tinggi pada 2019,” ujar Fakhrul.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2019 berada di kisaran 5,02% Realisasi ini melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang berada di level 5,17%.
Baca Juga: Indeks saham agrikultur naik paling tinggi, saham CPO bangkit kembali
Bahkan, angka pertumbuhan ekonomi ini lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada kuartal I dan kuartal II-2019 yang masing-masing berada di level 5,07% dan 5,05%.
Sementara itu, Analis Henan Putihrai Sekuritas, Liza Camelia Suryanata menilai kecamuk perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China menjadi salah satu faktor global yang menghambat pergerakan IHSG.
Perang dagang ini, lanjut Liza, menyebabkan terjadinya global slowdown di banyak negara. AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump merupakan salah satu sumber ketidakpastian (uncertainty) saat ini.
“Ini adalah salah satu faktor ketidakpastian yang tidak bisa dikendalikan.,” ujar Liza.
Baca Juga: Periode pergantian tahun, bagaimana nasib IHSG pekan depan?
Selain itu, gejolak sosial politik pasca pemilu juga menjadi penjegal langkah IHSG. Beberapa aksi demonstrasi pasca pemilu cukup mempengaruhi psikologis pasar utamanya investor asing.
Inilah yang mengakibatkan investor asing membawa lari dana mereka dari pasar ekuitas domestik dan memindahkannya ke instrumen yang lebih aman seperti surat utang atau bahkan membawa dananya ke luar negeri.
Melansir dari RTI Business, dari awal tahun investor asing telah melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 22,99 triliun di pasar regular (regular market). Pun jika ditarik selama enam bulan ke belakang, asing telah mengobral saham domestik hingga mencatatkan net sell asing sebesar Rp 22,48 triliun di pasar reguler.
Fakhrul menilai, beberapa bulan terakhir, kinerja IHSG sudah mulai menunjukkan perbaikan. Meskipun pertumbuhan ekonomi melemah, namun telah tumbuh ekspektasi-ekspektasi terhadap kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah ke depan, salah satunya adalah peningkatan ekspor guna mengurangi current account deficit (CAD).
“Karena sudah ada kejelasan itulah yang membuat IHSG sudah mulai menghijau,” imbuh Fakhrul.
Fakhrul menilai, price earning ratio (PE Ratio) IHSG yang saat ini ada di kisaran 14-15 kali tidak terlalu mahal juga tidak terlalu murah alias sedang-sedang saja.
Baca Juga: IHSG diprediksi menguat memasuki tahun baru pekan depan
“ Untuk tahun depan kita harus punya kejutan yakni earning perusahaan yang meningkat. Barulah akan bisa mendapatkan upside dari investasi,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News