kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.314   118,54   1,65%
  • KOMPAS100 1.121   16,95   1,53%
  • LQ45 892   14,50   1,65%
  • ISSI 223   2,40   1,09%
  • IDX30 459   10,01   2,23%
  • IDXHIDIV20 553   13,38   2,48%
  • IDX80 129   1,38   1,09%
  • IDXV30 137   2,73   2,03%
  • IDXQ30 152   3,22   2,16%

Pertamina Geothermal Akan Segera IPO, Begini Prospek Bisnis Panas Bumi


Rabu, 08 Februari 2023 / 12:36 WIB
Pertamina Geothermal Akan Segera IPO, Begini Prospek Bisnis Panas Bumi
ILUSTRASI. Paparan publik penawaran umum perdana saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) di Jakarta, Rabu (1/2/2023).?Pertamina Geothermal Akan Segera IPO, Begini Prospek Bisnis Panas Bumi.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Rencana penawaran umum perdana saham alias initial public offering (IPO) PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) masih bergulir. Anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut sedang dalam tahap bookbuilding, yang dijadwalkan rampung besok (9/2).

Dalam aksi korporasi ini, PGEO memasang harga bookbuilding di rentang Rp 820 - Rp 945 per saham. PGEO akan melepas sebanyak-banyaknya 10,35 miliar saham, yang mewakili sebanyak-banyaknya sebesar 25,00% dari modal ditempatkan dan disetor IPO.

Sehingga, perusahaan pelat merah tersebut berpotensi meraup dana segar maksimal Rp 9,78 triliun. sekitar 85% dana hasil IPO akan digunakan untuk pengembangan usaha sampai dengan tahun 2025.

Pengembangan ini terdiri atas sekitar 55% akan digunakan untuk belanja modal alias capital expenditure (capex) atau investasi pengembangan kapasitas tambahan dari Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) operasional saat ini yang dilakukan melalui pengembangan konvensional dan utilisasi co-generation technology untuk memenuhi permintaan tambahan dari pelanggan existing.

Baca Juga: Percepat EBT, Asosiasi Panas Bumi Dukung Penerapan Skema Power Wheeling

Pengembangan ini sebagian besar akan digunakan antara lain untuk WKP Lahendong, WKP Hululais, WKP Lumut Balai dan Margabayur, WKP Gunung Way Panas, WKP Sungai Penuh, dan WKP Gunung Sibayak - Gunung Sinabung.

Ahmad Yuniarto, Presiden Direktur Pertamina Geotermal Energy mengatakan PGEO siap untuk menjawab tantangan dalam mengembangkan pemanfaatan dari besarnya potensi geotermal di Indonesia.

Dia mengatakan, dalam 10 tahun ke depan, PGEO menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang energi bersih yang bersumber dari panas bumi hingga dua kali lipat lebih dari yang saat ini dioperasikan oleh PGE.

Adapun, PGEO menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang yang dikelola langsung PGEO menjadi 1.272  megawatt (MW) pada tahun 2027.

“Ini artinya di tahun 2030, PGEO berpotensi untuk bisa memberikan kontribusi potensi pengurangan emisi sebesar 9 juta ton CO2 per tahun, dan menargetkan menjadi tiga besar perusahaan produsen panas bumi di dunia,” kata Yuniarto kepada media, Rabu (8/2).

Baca Juga: Susul PGEO, Pertamina Hulu Energi (PHE) Bersiap untuk IPO

Berdasarkan data Wood Mackenzie pada 2021, kapasitas terpasang sumber daya panas bumi di Indonesia mencapai 2.280 megawatt (MW), menjadikan yang terbesar kedua di dunia. Sementara itu, Amerika Serikat menempati posisi pertama dengan kapasitas terpasang sumber daya panas buminya yang mencapai 2.690 MW.

Berdasarkan proyeksi Wood Mackenzie, Indonesia akan merajai pemanfaatan panas bumi di dunia dalam beberapa tahun ke depan. Sebab, pada 2026, kapasitas terpasang panas bumi Indonesia diprediksi mencapai 5.240 MW. Bahkan pada 2030, kapasitas terpasang geotermal di Indonesia bisa menembus 6.210 MW.

Jumlah itu akan membuat Indonesia menempati posisi pertama di dunia, mengungguli Amerika Serikat yang pada 2026 kapasitas terpasangnya diprediksi mencapai 3.960 MW dan 4.160 MW pada 2030.

Berdasarkan laporan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021-2030 potensi pemanfaatan geotermal untuk PLTP telah terbagi di tiap pulau di Indonesia.

Pulau Sumatera menjadi daerah yang memiliki potensi terbesar dengan mencapai 9,67 gigawatt (GW). Selanjutnya di Pulau Jawa, memiliki potensi sebesar 8,10 GW. Sedangkan Sulawesi memiliki potensi sebesar 3,06 GW. Selanjutnya, Nusa Tenggara memiliki potensi 1,36 GW, Maluku memiliki potensi 1,15 GW, Bali 335 MW, Kalimantan 182 MW, dan Papua 75 MW.

Sementara itu, di tengah upaya pemerintah untuk menggenjot pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT), pengadopsian geotermal sebagai energi pembangkit listrik terbilang vital bagi Indonesia.

Baca Juga: Simak Catatan Analis Terkait IPO dan Rekomendasi Saham Emiten BUMN

Pengembangan pembangkit EBT merupakan program pemerintah di sektor ketenagalistrikan dalam mengejar target bauran energi EBT 23% pada 2025 dan 31% di 2030. Hal ini sejalan dengan ambisi pemerintah mengejar target net zero emission (NZE) di 2060.

Bahkan, pemerintah pun memasukkan panas bumi sebagai sumber energi terbarukan sebagai bagian tansisi energi sektor ketenagalistrikan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Namun demikian, sejauh ini pemanfaatan geotermal di Indonesia tersebut masih relatif rendah. Hal itu tercermin dari, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang hanya mencapai 2.276 MW. Alhasil, masih terdapat ruang untuk pemanfaatan geotermal sebagai sumber energi PLTP sebesar 21.424 MW.

Dengan demikian, geotermal berpeluang menjadi pembangkit beban dasar atau base load yang selama ini ditopang oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute menilai, PLTP cenderung memiliki keunggulan lantaran tidak menghadapi masalah intermitensi. Dia menilai pengembangan panas bumi patut menjadi prioritas nasional dalam menyongsong pelaksanaan transisi energi.

Berdasarkan kajian Reforminer Institute, dari aspek skala, geotermal merupakan energi baru terbarukan (EBT) utama yang paling potensial untuk dapat mengakomodasi tujuan kebijakan transisi energi menuju pembangunan berkelanjutan dan ekonomi bebas emisi. 

Baca Juga: BEI Catat da 38 Perusahaan dalam Pipeline IPO, Simak Daftarnya

“Dari aspek skala, panas bumi merupakan EBT utama yang paling potensial untuk dapat mengakomodasi tujuan kebijakan transisi energi menuju pembangunan berkelanjutan dan ekonomi bebas emisi,” tulis Reforminer Institute.

Sejauh ini, PGEO sudah mengambil peran vital dalam pemanfaatan geotermal sebagai energi. Hingga saat ini, PGEO mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang tersebar di 6 area dengan kapasitas terpasang 672 MW yang dioperasikan sendiri.

Sementara itu, sebanyak 1.205 MW dikelola melalui Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract/JOC). Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGEO berkontribusi sebesar sekitar 82% dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, dengan potensi emission avoidance CO2 sekitar 9,7 juta ton CO2 per tahun.

Pemanfaatan yang dilakukan olehi PGEO dari energi geotermal telah berhasil membuat 2.085.000 rumah di Indonesia teraliri listrik.

Sejalan dengan langkah pemerintah dalam mempercepat pengembangan PLTP di Indonesia, PGEO mengembangkan fasilitas dan infrastruktur untuk mengalirkan uap panas ke pembangkit listrik. Saat ini, PGEO sedang menjalankan proyek pengembangan di tiga Wilayah Kerja Panas Bumi yaitu: Hululais, Lumut Balai (unit II) dan Sungai Penuh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×