Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Belum pulihnya permintaan dari Negeri Tirai Bambu menyeret harga tembaga. Mengutip Bloomberg pada Kamis (31/3) pukul 09.30 WIB, harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) merosot 0,9% dibandingkan hari sebelumnya ke level US$ 4.829,5 per metrik ton.
Tekanan terhadap harga tembaga telah berlangsung selama lima hari, penurunan terpanjang sejak Januari 2016. Sepekan, harga tembaga telah menukik 2,33%.
Andri Hardianto, Research and Analyst PT Asia Tradepoint Futures memaparkan, ada beberapa faktor yang menekan harga tembaga. Pertama, menyusutnya penggunaan tembaga di sektor non industri China, khususnya sektor konstruksi.
Hal ini diakibatkan oleh kebijakan pengetatan aturan kredit sektor properti untuk mencegah timbulnya bubble. Walhasil, pelaku pasar masih ragu terhadap kondisi permintaan tembaga, khususnya dari China. "Dari luar China, bahkan data aplikasi baru untuk sektor properti di Amerika juga turun," tukasnya.
Kedua, analisa dari Bloomberg yang meragukan laporan tentang cadangan tembaga yang dimiliki Negeri Tembok Besar. Sebab, kenaikan permintaan tembaga dari China yang berlangsung mulai awal tahun disinyalir hanya dijadikan sebagai jaminan aset oleh perusahaan guna memperoleh pinjaman modal. "Jadi bukan untuk keperluan bahan baku," imbuhnya.
Ketiga, merosotnya kapitalisasi pembayaran tembaga dari pembeli China di pasar spot.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News