Reporter: Dyah Ayu Kusumaningtyas | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga tembaga di semakin tipis. Di London Metal Exchange, kontrak pengiriman tembaga untuk bulan Juni 2011, Kamis (5/5) senilai US$ 9.111,5 per ton atau merosot 2,43% daripada harga penutupan sebelumnya.
Kontrak pengiriman tembaga itu bahkan sempat diperdagangkan di harga US$ 9.082 per ton pada sesi pagi. Jika dibandingkan dengan rekor tertingginya yang terjadi 14 Februari 2011, yaitu US$ 10.153, harga tembaga telah tergerus hingga 10,54%.
Kontrak pengiriman tembaga untuk bulan Juli di Shanghai Futures Exchange melemah 1,6% menjadi US$ 10.299 per ton. Ini merupakan harga terendah tembaga di Shanghai sejak akhir tahun lalu. Sedang di New York, harga tembaga tergerus tipis 0,4% menjadi US$ 4,1770 per pon.
Penyebab harga tembaga lesu adalah kebijakan moneter ketat di China, negara pengguna tembaga terbesar di dunia. Bunga yang tinggi dinilai akan menghambat permintaan terhadap tembaga. "Permintaan akan terus turun seiring pengetatan moneter China. Ekspektasi saat ini ada penurunan juga terjadi di periode yang biasanya permintaan naik," ujar Shi Wenzhu, Analis Huantai Great Wall Futures Co, seperti ditulis Bloomberg, Kamis (5/5).
Ekspektasi kenaikan bunga oleh bank sentral Eropa yaitu European Central Bank (ECB), pekan ini, juga turut menekan harga tembaga.
Semester II naik lagi
Ibrahim, Analis Harvest International Futures, memprediksi, harga tembaga akan merosot hingga akhir semester I ini. "Harga tembaga bisa terjun hingga US$ 8.950 per ton," ujar dia.
Selain pengetatan moneter di China dan India, bencana tsunami dan gempa Jepang turut meniupkan sentimen buruk bagi tembaga. Kebutuhan Jepang atas tembaga cukup besar, mengingat di sana banyak pabrik otomotif. "Setelah bencana, kegiatan produksi otomotif Jepang turun 62%," ujar Ibrahim. Imbasnya, permintaan tembaga dari Jepang juga turun drastis.
Di antara kelompok komoditas logam, harga tembaga bukan satu-satunya yang menurun. Harga timah di pasar dunia juga terjun bebas. Di London Metal Exchange, Rabu (4/5), harga timah turun 4,18% dari hari sebelumnya menjadi US$ 30.919 per ton.
Proyeksi Ibrahim, harga timah bisa anjlok hingga US$ 29.500 per ton di akhir semester I. "Selain untuk otomotif, timah juga banyak dibutuhkan sebagai bahan pembuat kabel listrik," jelas dia.
Namun kondisi ini kemungkinan berubah memasuki semester kedua, seiring prediksi semakin pesatnya pemulihan ekonomi dunia. Termasuk di Jepang dan negara-negara konflik di Timur Tengah. Ditambah lagi, proyek kereta cepat Amerika Serikat (AS) dan proyek senjata AS dengan Arab Saudi senilai US$ 5 triliun, akan dimulai di paruh kedua tahun ini. Kebutuhan tembaga dan timah pun bisa menanjak hingga 50%.
Apelles RT Kawengian, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Produk Monex Investindo, sependapat. "Semester II nanti harganya mulai naik lagi," kata dia. Di sisa semester I, ia memprediksi tembaga akan bergerak antara US$ 8.900-US$ 9.500.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News