Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga timah global masih cenderung lesu dalam beberapa waktu terakhir. Fundamental komoditas logam industri ini memburuk akibat tekanan perang dagang yang berujung pada perlambatan ekonomi global.
Senin (19/8), harga timah kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) turun 0,60% ke level US$ 16.475 per metrik ton. Dalam sepekan terakhir, harga timah telah terkoreksi 2,51%.
Tak hanya itu, sejak 2 Agustus lalu harga timah telah bergulir di bawah level US$ 17.000 per metrik ton. Terakhir kali fenomena ini muncul adalah di bulan Juni 2016 silam.
Direktur Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, penurunan harga timah akhir-akhir ini merupakan akumulasi dari dampak negatif ancaman perlambatan ekonomi global akibat perang dagang.
Baca Juga: BBJ segera luncurkan perdagangan kontrak fisik timah murni batangan
Seperti yang diketahui, hingga kini perang dagang antara AS dan China tak kunjung menemui titik penyelesaian secara pasti. Presiden AS Donald Trump sebenarnya baru saja menunda kenaikan tarif impor produk asal China hingga 15 Desember mendatang. Namun, sosok yang sama mengaku belum siap melakukan negosiasi dagang ulang dengan China.
Perang dagang tentu memukul perekonomian kedua negara tersebut. Lebih khusus untuk China, permintaan timah dari negara ini berkurang drastis semenjak perang dagang berkecamuk. “Padahal China merupakan konsumen dan pengimpor timah terbesar,” ujar Ibrahim, Selasa (20/8).
Permintaan timah dari kawasan Eropa juga berkurang. Pasalnya, ancaman perlambatan ekonomi mulai merambat ke benua biru.
Inggris misalnya. Kendati pekan lalu data penjualan ritel Inggris di bulan Juli tumbuh 0,2%, hasil ini belum bisa membuktikan bahwa negara tersebut aman dari ancaman perlambatan ekonomi. Terlebih lagi, Inggris masih berurusan dengan masalah Brexit.
Baca Juga: Belum ada formulasi efektif, pemerintah masih sulit atasi tambang ilegal
“Kalau ekonomi Inggris bermasalah, harga timah juga kena dampaknya. Sebab, pasar acuan timah global ada di Inggris,” ungkap dia.
Dari dalam negeri, upaya Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dalam merilis perdagangan kontrak timah belum tentu berdampak positif bagi pergerakan harga komoditas tersebut.
Memang, berkat adanya BBJ ditambah Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) sebagai penyelenggara perdagangan timah akan mempermudah ekspor dari dalam negeri. Akan tetapi, hal ini bisa saja hambar karena permintaan timah global sedang menurun. Kondisi ini justru bisa membuat harga timah kembali turun.
“Kuartal satu lalu harga timah bisa di atas US$ 20.000 per metrik ton karena ekspor Indonesia sempat tertahan. Sekarang ketika ekspor lebih mulus, permintaannya berkurang,” ungkap Ibrahim.
Baca Juga: MIND ID, nama baru Holding Tambang dengan Dirut Budi Gunadi Sadikin
Menurutnya, dalam waktu dekat harga timah masih berpotensi turun. Ini didukung pula oleh pergerakan indeks dollar AS yang masih menunjukkan penguatan.
Secara teknikal, bollinger moving average 20% di atas bollinger bawah sehingga memberi sinyal harga timah masih bisa jatuh. Indikator stochastic dan MACD 60% negatif. Sedangkan RSI wait and see.
Dengan kondisi demikian, Ibrahim merekomendasikan sell untuk timah. Harga timah sendiri ditaksir akan bergerak di kisaran US$ 16.280—US$ 16.500 per metrik ton pada esok hari. Sementara untuk sepekan ke depan, harga timah akan bergulir di area US$ 16.000-US$ 16.575 per metrik ton.
Baca Juga: Biaya tidak kompetitif, Indo Tambangraya Megah (ITMG) tinggalkan pasar Eropa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News