Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten batubara masih cukup prospektif di tahun 2023. Permintaan memang diperkirakan turun, namun harga batubara masih terlampau tinggi.
Equity Analyts Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti menjelaskan sentimen positif sektor batubara berasal dari harganya yang masih tinggi. Meskipun, permintaan cenderung sudah mengalami penurunan akibat merespons potensi perlambatan ekonomi global.
"Harga batubara yang masih tinggi akan mendukung emiten batubara, terutama perusahaan yang memiliki porsi ekspor dalam jumlah besar," ucap Desy kepada Kontan.co.id, Jumat (6/1).
Tim riset MNC Sekuritas mengatakan bahwa permintaan batubara global utamanya akan didorong oleh pertumbuhan ekonomi China, India, dan Eropa.
Baca Juga: Tertinggi Sepanjang Sejarah, Realisasi PNBP 2022 Tembus Rp 588,3 Triliun
Konsumsi batubara China diperkirakan akan meningkat di tahun 2023. Begitu pula permintaan dari India karena didorong oleh permintaan listrik yang lebih tinggi dan pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Sementara, permintaan Eropa masih tidak pasti, mengingat situasi yang bergejolak terkait aliran gas Rusia.
Dalam riset 27 Desember 2022, MNC Sekuritas menilai bahwa kekeringan, produksi air yang lebih lambat, dampak dari Covid-19, dan inspeksi keselamatan pertambangan yang lebih ketat telah secara bergantian mempengaruhi pasar.
"Prospek dalam jangka pendek untuk batubara akan bergantung pada tingkat keparahan musim dingin di Eropa dan kemampuan konsumen untuk mengurangi permintaan mereka," tulisnya dalam riset.
Dalam jangka panjang, MNC Sekuritas memproyeksikan harga batubara akan menurun pada semester II-2023 dan tahun 2024 dari rekor tertinggi di tahun 2022.
Baca Juga: Permintaan Semen Diproyeksi Meningkat pada 2023, Berikut Saham Pilihan Analis
Kendati demikian, harga tetap pada tingkat yang jauh lebih tinggi dari rata-rata selama tahun 2017-2021 sebagai risiko dari perlambatan pertumbuhan global.
Analis Samuel Sekuritas Jonathan Guyadi dalam riset 27 November 2022 mengatakan, ketegangan geopolitik dan faktor La Nina kemungkinan akan berlanjut
setidaknya sampai semester I-2023 yang akan menghambat produksi batubara global.
Di sisi lain, permintaan dari China akan tetap tinggi dalam jangka pendek karena persediaan rendah sementara permintaan yang tinggi, terutama dari pembangkit listrik. Samuel Sekuritas memprediksikan harga batubara untuk tahun 2023 sebesar US$ 220/ton, harga sebelumnya US$ 180/ton.
Hanya saja, ceritanya mungkin bakal berbeda dalam jangka menengah. Meskipun ada potensi lonjakan permintaan setelah pelonggaran dari kebijakan pembatasan Covid-19, rencana pemerintah Cina untuk meningkatkan produksi batubara domestik mungkin bakal menahan peningkatan permintaan.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan dalam riset 1 Desember 2022 menjelaskan bahwa kombinasi cuaca dingin dan pelonggaran pembatasan di China adalah dorongan substansial untuk harga batubara di 2022-2023.
Cuaca yang bercampur dengan persediaan yang rendah dapat memberikan harga batubara China lebih substansial selama musim dingin.
Baca Juga: Naik Tinggi di Tahun 2022, Begini Prospek dan Rekomendasi Saham-Saham Sektor Energi
Selain itu, Hasan bilang, persediaan di enam perusahaan swasta besar China yakni Independent Power Producers (IPP) masih di bawah level rata-rata yang dapat mendorong IPP China untuk menimbun lebih banyak batu bara menjelang musim dingin.
Daya beli tersebut dapat semakin meningkat kan harga batubara.
Baru-baru ini, China melonggarkan beberapa pembatasan sampai batas tertentu. Kondisi tersebut bisa menjadi pertanda positif bahwa China akan terus melonggarkan pembatasan lebih luas.
Menurut Hasan, eksekusi kebijakan tersebut akan menjadi faktor kunci dalam menentukan permintaan listrik di tahun 2023. Penerapan lockdown dapat meningkatkan konsumsi daya listrik, dan menjadi katalis positif bagi permintaan batubara.
Selain itu, harga batubara juga akan didorong oleh peralihan bahan baku ke batubara dari Liquified Natural Gas (LNG). Cuaca dingin dapat memacu permintaan LNG, dan permintaan LNG yang tidak terpenuhi kemungkinan besar akan beralih ke batubara.
Baca Juga: Grup Astra Buka Opsi Akuisisi Jalan Tol Tahun Depan
BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan harga batubara akan tetap solid, dan menaikkan perkiraan harga batubara 2023 menjadi US$ 200/ton, dari sebelumnya US$ 170/ton.
Di sisi lain, implementasi pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) akan segera dibentuk pada semester I-2023, bahkan ada kemungkinan diterapkan segera setelah kuartal I-2023.
"Jika BLU batubara diterapkan, penerima manfaat dari revisi ini adalah para penambang batubara yang sebagian besar penjualan berada di pasar domestik," ungkap Hasan.
BLU Batubara nantinya menjadi agen pemerintah untuk mengutip pungutan ekspor batubara, dana tersebut akan digunakan untuk membayar selisih harga jual batubara untuk dalam negeri dengan ekspor.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Sektor Batubara yang Diramal Mengempis Tahun Depan
Tim riset MNC Sekuritas memaparkan hasil retribusi pada dasarnya akan digunakan untuk membayar kesenjangan antara harga pasar batubara dan batas harga untuk pengguna domestik yang dibatasi sebesar US$ 70/ton untuk PLN dan US$ 90/ton untuk industri strategis seperti semen & pupuk berdasarkan kebijakan DMO.
Desy menambahkan, tren pengembangan hilirisasi sejalan dengan dorongan pemerintah juga akan menopang integrasi bisnis batubara dengan ekosistem yang lebih kuat. Walaupun proyek hilirisasi masih dalam tahap pengembangan.
Hanya saja waspadai sentimen yang kurang mendukung sektor batubara yaitu dari kenaikan tarif royalti secara progresif. Lalu, rencana pemerintah untuk menginisiasi pajak karbon juga menjadi hal yang turut akan menekan margin.
Menurut Desy, turunnya permintaan serta adanya penerapan batas atas harga batubara di dalam negeri menjadi sentimen yang kurang mendukung bagi emiten batubara. Terutama, perusahaan yang memiliki porsi ekspor minim di tengah harga acuan internasional yang menarik serta pasokan DMO yang terus dinaikkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News