kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.934.000   -11.000   -0,57%
  • USD/IDR 16.346   43,00   0,26%
  • IDX 7.533   1,76   0,02%
  • KOMPAS100 1.043   -8,69   -0,83%
  • LQ45 792   -7,66   -0,96%
  • ISSI 251   -0,64   -0,25%
  • IDX30 409   -4,60   -1,11%
  • IDXHIDIV20 475   -4,68   -0,98%
  • IDX80 118   -1,00   -0,84%
  • IDXV30 121   -0,60   -0,49%
  • IDXQ30 131   -1,19   -0,90%

Periksa kesehatan emiten farmasi


Senin, 23 Mei 2016 / 07:45 WIB
Periksa kesehatan emiten farmasi


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Nilai tukar rupiah yang sedang melemah menjadi kabar buruk bagi emiten sektor farmasi. Padahal, kinerja sektor ini tengah terkerek program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) dalam riset mengungkapkan, pergerakan nilai tukar rupiah berpengaruh kuat bagi kinerja sektor farmasi. Sebab 90% bahan baku industri masih impor.

Sebenarnya, emiten sektor farmasi mulai berupaya mengurangi ketergantungan bahan baku impor lewat pembangunan pabrik-pabrik baru yang membikin bahan baku obat. Tapi, hasilnya diperkirakan baru tampak mulai tahun depan.

Reza Priyambada, analis NH Korindo Securities, mengungkapkan, sektor farmasi tahun ini masih berpotensi tumbuh, seiring daya beli masyarakat terhadap produk kesehatan. Permintaan obat-obatan juga meningkat, seiring program BPJS,

"Meski kenaikan tidak setinggi produk kesehatan," kata Reza.

Ia melihat, pengaruh nilai tukar bagi PT Indofarma Tbk (INAF) hanya sedikit, karena bahan bakunya masih banyak didominasi oleh lokal. Sedangkan KLBF baru akan terkena dampak bila nilai tukar rupiah merosot.

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri ,mengatakan, kurs yang stabil saat ini akan menguntungkan sektor farmasi. Program BPJS juga membantu mengerek pertumbuhan penjualan, walaupun permintaan obat generik masih mendominasi.

Jika nilai tukar stabil dan ekonomi membaik, maka kinerja farmasi akan terdongkrak. Kedua hal ini bisa menyulut pertumbuhan penjualan sektor farmasi 10% dan kenaikan laba bersih bisa mencapai 12%-15%.

Prospek emiten farmasi masih menarik bila didukung oleh nilai tukar rupiah yang stabil dan peningkatan permintaan obat generik. Penjualan dari emiten pelat merah seperti PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan INAF akan terdorong oleh JKN. Bila tender JKN tertunda, penjualan akan tertunda.

"Sementara PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) sekarang berbisnis di minuman kesehatan yang membantu kinerja mereka," kata Hans.

Dang Maulida, analis Daewoo Securities, mengatakan, komposisi penjualan KLBF hampir merata, sehingga tidak ada ketergantungan penjualan dari satu sektor saja. Segmen penjualan obat resep KLBF sebesar 25%, produk kesehatan 18%, nutrisi 28%, dan terakhir distribusi dan logistik 29%. Segmen nutrisi tumbuh 5,7% ketimbang kuartal pertama tahun lalu.

Maulida memprediksi, pendapatan KLBF tahun ini akan naik 9% menjadi sebesar Rp 19,4 triliun dengan pertumbuhan laba 12% menjadi Rp 2,2 triliun. Dia merekomendasikan beli KLBF dengan target harga Rp 1.555.

Reza merekomendasikan buy pada tiga saham farmasi tersebut. Dia memasang target harga Rp 1.086 bagi INAF, KAEF di harga Rp 1.351 dan KLBF di harga Rp 1.610.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×