kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pergerakan Saham Emiten Baru 2022 Tak Selalu Naik, Ini Penyebabnya


Kamis, 17 Maret 2022 / 06:55 WIB
Pergerakan Saham Emiten Baru 2022 Tak Selalu Naik, Ini Penyebabnya


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mencatatkan 11 emiten baru sejak awal tahun sampai dengan 10 Maret 2022 dengan total dana yang dihimpun sebesar Rp 3,13 triliun. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, pergerakan harga saham emiten yang tercatat pada awal tahun ini tidak selalu cemerlang.

Sebagian kecil saham-saham tersebut bergerak naik pada beberapa hari perdagangan awal, lalu perlahan turun maupun langsung jeblok ke bawah harga initial public offering (IPO). Bahkan, banyak juga yang langsung turun di hari perdagangan perdana.

Hanya PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) yang harganya terus naik tinggi hingga ribuan persen seiring dengan rally harga batubara. Sejak tercatat tanggal 3 Januari 2022, harga ADMR melesat 1.595% menjadi Rp 1.695 per saham per perdagangan Rabu (16/3).

Baca Juga: Masih Bukukan Rugi Bersih, Analis Memperkirakan Kinerja GoTo Akan Membaik

Harga saham PT Net Visi Media Tbk (NETV) juga masih meningkat 74,49% menjadi Rp 342 per saham sejak tercatat pada 26 Januari 2022. Disusul PT Semacom Intergrated Tbk (SEMA) yang naik 38,89% menjadi Rp 250 per saham sejak 10 Januari 2022.

Harga PT Nanotech Indonesia Global Tbk (NANO) dan PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA) juga masih lebih tinggi dari harga IPO-nya karena baru tercatat pada Kamis (10/3). Sementara itu, kinerja harga PT Autopedia Sukses Lestari Tbk (ASLC), PT Mitra Angkasa Sejahtera Tbk (BAUT), PT Champ Resto Indonesia Tbk (ENAK), PT Nusatama Berkah Tbk (NTBK), PT Nusatama Berkah Tbk (ADCP), dan PT Sumber Mas Konstruksi Tbk (SMKM) tergolong negatif.

Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi Wibowo mengatakan, kinerja saham emiten-emiten yang baru IPO kurang bagus karena investor kini lebih selektif dalam memilih saham IPO. Pasalnya, sebelumnya ada suatu perusahaan yang IPO dengan nilai emisi sangat besar, tetapi harga sahamnya turun signifikan.

Baca Juga: SiCepat Express Beberkan Kelanjutan Soal Wacana IPO

Para pelaku pasar juga berkaca dari tahun 2021. Meski mayoritas saham IPO pada tahun lalu mencatatkan kenaikan, tetapi ada beberapa saham yang langsung terkena autoreject bawah (ARB) di hari perdagangan perdana. Ada juga yang naik terus dalam beberapa hari, kemudian terus menerus ARB.

"Penurunan harga tersebut tidak sesuai ekspektasi pelaku pasar. Oleh sebab itu, investor cenderung berhati-hati terhadap perusahaan IPO apalagi kalau kinerjanya masih tidak begitu bagus atau masih rugi. Investor tidak mau buru-buru masuk di IPO," tutur Wisnu saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (16/3).

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo menambahkan, kinerja saham yang kurang bagus dari para emiten baru tersebut disebabkan oleh valuasi yang cukup mahal jika dibandingkan dengan kompetitor yang sudah listing di bursa. "Terlebih lagi, beberapa perusahaan masih memiliki prospek yang masih belum pasti," ucap Azis.

Baca Juga: IHSG Berpeluang Kembali Menguat Pada Kamis (17/3)

Beda halnya jika valuasi yang ditawarkan lebih murah dari kompetitornya. Menurut Azis, mungkin harga saham emiten-emiten tersebut akan terus naik apalagi jika didorong prospek perusahaan yang bagus, seperti ADMR.

Meskipun begitu, menurut Analis Panin Sekuritas William Hartanto, pergerakan harga saham-saham yang baru IPO ini justru lebih mencerminkan penawaran dan permintaan pasar yang sesungguhnya. Pergerakannya juga tidak terlalu liar kalau naik dan ada waktu melemahnya terlebih dahulu.

Prospek ke depan

Wisnu berpendapat, prospek emiten-emiten ini ke depannya akan dipengaruhi realisasi kinerja setelah IPO, apakah jadi lebih bagus, sama saja, atau justru memburuk. Investor juga akan mencermati penggunaan dana IPO, apakah digunakan sesuai tujuan yang dijanjikan atau tidak.

Faktor lain yang dapat mendukung prospek emiten yang baru IPO ada kondisi ekonomi yang membaik serta katalis-katalis positif bagi sektor bisnisnya.

Baca Juga: Sumber Tani Agung Resources (STAA) Dorong Hilirisasi Sawit

Saat ini, Wisnu masih bersikap wait and see terhadap saham-saham yang baru IPO karena perlu melihat perkembangan kinerjanya terlebih dahulu. Apalagi, menurutnya, mayoritas emiten IPO memiliki rekam jejak kinerja fundamental yang belum konsisten mengalami kenaikan

Bernada serupa, Azis mengatakan, prospek saham-saham yang baru IPO ke depannya tergantung prospek dari masing-masing sektor serta strategi perusahaan untuk mencatatkan kinerja yang lebih baik. Kenaikan harga saham IPO juga tergantung bagaimana market maker.

Untuk saat ini, Azis belum bisa merekomendasikan saham-saham IPO karena pergerakan harganya masih fluktuatif serta secara fundamental belum dapat dianalisis. "Akan tetapi, jika memang investor tertarik pada saham IPO ini bisa melakukan wait and see serta memanfaatkan momentum kenaikan," ucap dia.

William juga menilai, perlu ada sentimen khusus dari emiten tersebut untuk dapat mengangkat harga sahamnya. "Pasalnya, saham IPO umumnya diragukan pergerakan jangka panjangnya. Investor lebih sering melakukan trading di saham-saham ini," kata William.

Baca Juga: Gojek Tokopedia Akan IPO Saham GOTO, Cek Saran Analis dan Cara Membelinya

Saat ini, William melihat pergerakan menarik pada NANO dan ENAK karena berpotensi naik. Kedua saham ini juga dipilih sebab memiliki grafik dan likuiditas yang menarik.

Menurut William, ENAK bisa dibeli di harga saat ini dengan target harga terdekat di Rp 900 per saham. Sementara itu, NANO sebaiknya dibeli setelah terkoreksi terlebih dahulu ke Rp 147 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×