Reporter: Yuliana Hema | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang Februari 2025 dipengaruhi aksi jual investor asing terhadap saham-saham dengan bobot dan kapitalisasi pasar yang jumbo.
Selama Februari 2025, IHSG ambles 11,89%. Jika ditarik lebih jauh lagi, sepanjang tahun ini IHSG sudah melemah 11,43% dengan net sell investor asing di seluruh pasar mencapai Rp 18,98 triliun.
Namun pada akhir perdagangan sesi pertama Senin (3/3), IHSG rebound dengan menguat 3,77% atau naik 236,1 poin ke level 6.506,71. Nilai transaksi mencapai Rp 7,82 triliun.
Pengamat Pasar Modal Fauzan Luthsa mengatakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) perlu mempertimbangkan diversifikasi skala perusahaan tercatat di pasar modal Tanah Air.
Menurutnya, emiten-emiten dengan kapitalisasi pasar jumbo saat ini telah menciptakan pasar saham yang terlalu terkonsentrasi. Oleh karena itu, Fauzan menilai perlu ada diversifikasi.
"Ketergantungan pada emiten besar tidak hanya menyempitkan pilihan investasi, tetapi juga meningkatkan risiko volatilitas pasar dan ketergantungan pada investor asing," jelasnya, Senin (3/3).
Baca Juga: IHSG Lompat 3,77% ke 6.506 di Sesi I, Top Gainers LQ45: UNVR, MDKA, BBRI, Senin (3/3)
Akibatnya ada resiko sistemik yang membesar. Fauzan mencontohkan, emiten jumbo, dengan bobotnya yang signifikan dalam indeks, bila mengalami koreksi dapat memicu penurunan IHSG yang tajam.
“Begitu juga ketika mayoritas dana investasi mengalir ke emiten besar, setiap fluktuasi nilai sahamnya memiliki dampak berlipat ganda terhadap kestabilan pasar secara keseluruhan,” kata dia.
Fauzan bilang ketika investasi hanya terbatas pada emiten market cap jumbo, maka mekanisme penyerapan pasar lokal menjadi lemah. Ini dapat memperburuk dampak penarikan modal investor asing.
Dia menilai penambahan emiten kelas menengah bukan sebatas faktor jumlah, tetapi juga menciptakan ekosistem pasar yang lebih sehat karena memiliki potensi pertumbuhan yang lebih tinggi.
"Kehadiran emiten kelas menengah dapat menyuntikkan dinamika baru, mendorong inovasi, dan memberikan alternatif investasi dengan risiko yang tersebar lebih merata,” ucap Fauzan.
Baca Juga: IHSG Capai Titik Terendah dalam 3 Tahun, Cermati Saham Andalan Analis pada Maret 2025
Dus, Fauzan menilai, memperbanyak penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) dari perusahaan menengah merupakan langkah strategis untuk menyebar risiko secara lebih merata.
Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Iman Rachman mengatakan pergerakan indeks dipengaruhi oleh beberapa sentimen, yakni global, domestik dan korporasi.
Dari global, pergerakan ekuitas dipengaruhi oleh Trump 2.0. Presiden AS Donald Trump kembali memanas dengan kebijakan tarif serta kebijakan The Fed yang bertahan higher for longer.
Di dalam negeri, tekanan juga datang dari keputusan Morgan Stanley yang menurunkan peringkat indeks MSCI Indonesia dari equal-weight menjadi underweight.
Baca Juga: Begini Rekomendasi Saham dan Proyeksi IHSG untuk Hari Ini (3/3)
Sementara itu, kinerja rilis laporan keuangan emiten juga turut mempengaruhi. Iman bilang, saat ini sudah banyak emiten yang merilis kinerja tahun buku 2024 tetapi kinerjanya di bawah konsensus.
"Walaupun indeks turun, tetapi transaksinya naik karena investor asing masih net sell sepanjang tahun berjalan ini," jelas Iman dalam paparan, Jumat (28/2).
Selanjutnya: Bitcoin Naik 20% di kisaran US$93.057, Setelah Trump Masukkan ke dalam Cadangan AS
Menarik Dibaca: Resep Puding Cappucino Cincau yang Lembut dan Kenyal, Sajian Favorit Buka Puasa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News