Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dunia saat ini dihadapkan dengan pemanasan global yang disebabkan oleh efek rumah kaca. Biang kerok terbesar dari efek rumah kaca adalah emisi karbon yang dihasilkan aktivitas industri dan pertambangan.
Salah satu langkah untuk menekan emisi karbon adalah dengan menerapkan perdagangan karbon (carbon trading). Sederhananya, perdagangan karbon adalah pembelian dan penjualan kredit atas pengeluaran karbon dioksida atau gas rumah kaca. Perusahaan yang mampu menekan emisi dapat menjual kredit karbon ke perusahaan yang melampaui batas emisi. Alhasil, sumber penerimaan perusahaan yang berhasil menekan emisi bakal bertambah, selain juga dapat menekan emisi karbon.
Di Indonesia, perdagangan karbon sebentar lagi akan difasilitasi oleh kehadiran bursa karbon. Nantinya, bursa karbon akan mengatur perdagangan dan mencatat kepemilikan unit karbon berdasarkan mekanisme pasar. Dalam hal ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mendapat izin menjadi penyelenggara bursa karbon dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Potensi cuan dari perdagangan carbon credit cukup menggiurkan. Melansir dari laman Pemerintah Republik Indonesia, nilai transaksi perdagangan karbon fase 1 diperkirakan menembus US$ 9 juta per tahun, dengan asumsi jumlah karbon yang potensial untuk diperdagangkan secara langsung antarperusahaan sebesar 500.000 ton CO2e, dan harga kredit karbon yang diproyeksi sebesar US$ 2 sampai dengan US$ 18 per ton CO2e.
Baca Juga: Bakal IPO, Tawaran Harga Mutuagung Lestari di Kisaran Rp 105 - Rp 110 Per Saham
Potensi perdagangan karbon menarik sejumlah perusahaan besar untuk masuk ke bisnis ini. Pun, sejumlah emiten dengan nama besar sudah meraup keuntungan dari bisnis hijau ini. Tentu, besarnya potensi perdagangan karbon menjadi peluang bagi PT Mutuagung Lestari Tbk (MUTU) untuk menambah pundi-pundi pendapatan.
Sebagaimana tertuang dalam prospektus penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO), MUTU akan masuk ke dalam bisnis perdagangan karbon yang beroperasi di pasar, yang mana mekanisme perdagangan karbon akan dilakukan di Bursa Efek Indonesia. MUTU meyakini, di masa mendatang kebutuhan atas ekonomi hijau (green economy) akan semakin tinggi dalam mendukung berjalannya program net zero emission (NZE) di Indonesia maupun dunia.
Sebagai salah satu anggota Perkumpulan Penilai Kesesuaian Seluruh Indonesia (ALSI), Mutuagung Lestari dapat mengambil peran dalam memberikan pelayanan jasa Testing, Inspection, dan Certification (TIC) untuk pelaku usaha yang mengedepankan green economy.
Hal ini didukung oleh kesiapan internal perusahaan. Saat ini MUTU sudah menjadi Lembaga Validasi dan Verifikasi (LVV) gas rumah kaca yang terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). MUTU juga sudah memiliki ekosistem bisnis yang sesuai untuk bursa karbon, yakni sudah diakreditasi sebagai LVV gas rumah kaca oleh Komite Akreditasi Nasional sejak tahun 2015. Akreditasi ini untuk menyelenggarakan penilaian kesesuaian berupa kegiatan validasi dan verifikasi berdasarkan ISO/IEC 14065:2020 General principles and requirements for bodies validating and verifying environmental information.
Baca Juga: Gencar Ekspansi, Mutuagung Lestari (MUTU) Akan Bangun 5 Laboratorium Anyar
Hingga saat ini, MUTU telah menerbitkan 11 laporan validasi dan verifikasi gas rumah kaca dengan berbagai skema dan program serta terdapat 8 kegiatan yang akan dan sedang berlangsung pada tahun ini. MUTU juga telah menerbitkan 105 sertifikat dengan skema International Sustainable Carbon Certification (ISCC) pada tahun 2022.
“MUTU akan berfokus pada bursa karbon Indonesia yang baru akan diluncurkan September mendatang. Sementara di sektor sumber daya alam, MUTU akan memperkuat nilai-nilai yang dimiliki seperti pengolahan seperti kelapa sawit, kayu, pangan dan lain-lain dengan memberikan sentuhan pengujian, inspeksi dan sertifikasi," kata Presiden Direktur Mutuagung Lestari, Arifin Lambaga dalam paparan publik IPO Mutuagung Lestari, Kamis (13/7)
Hal ini selaras dengan penggunaan dana IPO Mutuagung Lestari, dimana sebesar 34% dana IPO akan dialokasikan untuk keperluan operational expenditure (Opex) guna menunjang operasional MUTU, baik di pasar existing maupun di pasar yang baru. Dana opex ini termasuk peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia sesuai dengan tiga fokus strategi MUTU, yaitu green economy, sharia economy, dan digital economy.
Dengan adanya UU No.4/2023 tentang pembentukan bursa karbon, ekosistem perdagangan karbon atau sertifikat pengurangan emisi gas rumah kaca diharapkan dapat berkembang dengan masif. Sebab, bursa karbon berpotensi melibatkan perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa sertifikasi hingga perusahaan-perusahaan pedagang efek, Bursa Efek, serta pihak-pihak di Indonesia yang dapat memanfaatkan sertifikat pengurangan emisi gas rumah kaca.
Dengan demikian, MUTU berpotensi menjadi market leader di bidang jasa TIC carbon trading. Sebelumnya, transaksi karbon serta pemangku kepentingan pemanfaatan sertifikat pengurangan emisi gas rumah kaca banyak berasal dari luar Indonesia, terutama negara-negara industri guna menjaga dan mendorong akselerasi kegiatan industri mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News