Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
WOOD terus melakukan diversifikasi pasar untuk mengantisipasi gejolak ekonomi yang masih membayangi AS. Sebagai informasi, ekspor ke Negeri Paman Sam itu mendominasi penjualan WOOD dengan porsi sekitar 90% dari total revenue.
Meski begitu, sebagai importir furnitur terbesar di dunia per tahun lalu, Fajar menegaskan pasar AS tetap prospektif. WOOD melihat potensi pertumbuhan furniture dan building komponen di pasar AS masih tinggi, sehingga potensi untuk terus meningkatkan ekspor ke AS masih besar.
Apalagi secara kualitas dan sumber daya, produk asal Indonesia juga cukup unggul dibandingkan negara Asia lainnya seperti Vietnam. Termasuk dengan produk asal China yang masih terganjal perang tarif dengan AS.
Baca Juga: Menilik Tren Bunga KPR Sejumlah Bank pada Kuartal I 2023
"Potensi furniture dan building kompenen di AS tumbuh CAGR 5% dengan nilai kapitalisasi US$ 14 miliar. Kami rasa masih cukup besar permintaan mereka yang masih bisa kami supply," jelas Fajar.
WOOD turut mendalami permintaan produk yang sebelumnya belum tereksplorasi dari pasar AS, seperti pintu dan sofa. Langkah ini akan dijalankan sembari tetap melakukan efisiensi pada lini bisnis, sehingga bisa menjaga margin net profit.
"Selain itu, kami akan menerapkan strategi direct to retailers. Strategi ini tidak hanya dapat meningkatkan penjualan Perseroan, tetapi juga dapat memperoleh ekspansi marjin keuntungan," sambung Fajar.
Baca Juga: PTBA Remains Upbeat Despite Turbulent Coal Market
Fajar bilang, strategi tersebut akan ditopang oleh kapasitas produksi WOOD sebagai salah satu yang terbesar di Indonesia pada sektor ini. Dengan total kapasitas produksi building komponen dan furniture mencapai sekitar 400.000 m3.
WOOD menyiapkan anggaran belanja modal (capex) sekitar Rp 100 miliar - Rp 150 miliar pada tahun ini. Capex tersebut akan dialokasikan untuk memperkuat segmen manufaktur dan forestry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News