Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
Hal ini menyebabkan timbulnya faktor kedua, yakni lesunya permintaan komoditas timah.
“Hal tersebut berdampak pada menurunnya ekspor timah Indonesia dari kuartal II-2023 sampai dengan kuartal III-2023, khususnya ekspor timah TINS ke beberapa negara,” terang Fina, Rabu (1/11).
Penurunan harga jual ini dibarengi dengan penurunan kinerja operasional TINS. Sampai dengan kuartal III-2023, TINS mencatatkan penjualan logam timah sebesar 11.100 metrik ton, turun 28% dari penjualan per akhir September 2022 yang mencapai 15.325 metrik ton.
Penurunan penjualan logam timah juga sejalan dengan penurunan produksi logam timah. Sepanjang sembilan bulan pertama 2023, produksi logam timah TINS turun 18% menjadi 11.540 metrik ton dari sebelumnya 14.130 metrik ton.
Lain dengan PTBA dan TINS, ANTM punya Nasib yang lebih beruntung. ANTM membukukan laba periode berjalan pada sebesar Rp 2,85 triliun. Angka ini tumbuh 8% dari laba periode berjalan pada periode sembilan bulan pertama tahun 2022 yang sebesar Rp 2,63 triliun.
Namun, kenaikan laba bersih ini terjadi di tengah penurunan pendapatan. Per kuartal III-2023, ANTM membukukan pendapatan senilai Rp 30,8 triliun, menurun 8,26% dari pendapatan di periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 33,68 triliun.
Penurunan pendapatan ini sejalan dengan penurunan volume penjualan sejumlah komoditas andalan ANTM. Sebut saja volume penjualan emas yang menurun 24,95% menjadi 14.460 kg dari sebelumnya 25.931 kg di periode Januari hingga September 2022.
Volume penjualan feronikel ANTM juga menurun 18,16% menjadi 14.132 ton nikel dalam feronikel (TNi) dari sebelumnya 17.269 TNi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News