Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Seperti sudah diperkirakan sebelumnya, performa keuangan PT Antam (Persero) Tbk (ANTM) tertekan oleh larangan ekspor mineral mentah, terutama bijih nikel.
Berdasarkan keterbukaan kepada Bursa Efek Australia (ASX) yang dikutip KONTAN, Jumat (2/5), penjualan bersih Antam di kuartal I 2014 turun 34% year-on-year (yoy) menjadi Rp 2,22 triliun.
Emas menjadi andalan utama dengan kontribusi mencapai Rp 1,16 triliun atau 52% dari penjualan bersih Antam di kuartal I 2014. Kontribusi emas sejatinya turun 26% yoy dibandingkan tiga bulan pertama 2013.
Penyebabnya tidak lain penurunan produksi emas Antam sebesar 16% yoy menjadi 513 kilogram (kg). Penurunan produksi emas disebabkan oleh melorotnya kadar bijih emas yang ditambang baik di tambang Pongkor maupun Cibaliung.
Hal ini berimbas pada penjualan emas Antam yang turun 20% yoy menjadi 2.323 kg di kuartal I 2014. Penurunan volume penjualan diperparah oleh melemahnya harga jual emas sebesar 23% yoy menjadi US$ 1.318,31 per oz.
Berkurangnya kontribusi emas patut disayangkan mengingat Antam sangat mengharapkan sokongan dari komoditas ini. Maklum, mulai tahun ini, Antam sudah tidak bisa mengekspor bijih nikel mentah dan bauksit.
Di kuartal I 2014, produksi bijih nikel Antam turun 95% yoy menjadi 178.459 wet metric ton (wmt). Sebagian besar bijih nikel digunakan Antam untuk keperluan umpan bijih pabrik feronikel.
Untuk bauksit, produksi Antam sejatinya naik 186% yoy menjadi 115.340 wmt di kuartal I 2014. Namun, produksi itu tidak bisa diekspor, melainkan lebih untuk persiapan operasi komersial pabrik Chemical Grade Alumina (CGA) Tayan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News