kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45887,73   13,33   1.52%
  • EMAS1.365.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penguatan Dollar AS Masih Berlanjut untuk Jangka Pendek


Kamis, 27 Juni 2024 / 21:05 WIB
Penguatan Dollar AS Masih Berlanjut untuk Jangka Pendek
ILUSTRASI. Petugas menghitung mata uang asing dolar Amerika Serikat (US$) di konter jasa penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (20/6/2024). Dalam setahun terakhir rupiah telah turun 9,33% terhadap USD, ketidakstabilan ekonomi global, kebijakan moneter Amerika Serikat yang ketat, dan ketidakpastian politik domestik menjadi faktor yang menyebabkan rupiah melemah terhadap US$. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/23/06/2024


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) masih perkasa mengungguli mayoritas mata uang utama dalam sepekan terakhir. Diperkirakan untuk jangka pendek, greenback masih berpotensi naik.

Berdasarkan data Trading Economics, indeks dolar (DXY) berada di 105,87 pada Kamis (27/6) pukul 19.24 WIB. Dalam sepekan, DXY menguat 0,22% dan sebulan terakhir naik 1,15%.

Pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong mengatakan penguatan dolar AS belakangan ini disebabkan oleh pernyataan-pernyataan hawkish dari pejabat-pejabat The Fed mengenai inflasi dan suku bunga. Hal tersebut menyebabkan imbal hasil obligasi AS naik dan dolar AS menguat. 

Lukman memperkirakan dolar AS masih akan kuat, setidaknya hingga beberapa bulan ke depan sebelum September. "The Fed diharapkan memangkas memangkas suku bunga untuk pertama kalinya di September," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (27/6).

Namun, sambung Lukman, apabila data-data ekonomi ke depan lebih lemah juga bisa menahan penguatan dolar AS. "Hanya saja terbatas, apabila pejabat-pejabat the Fed masih terus bernada hawkish seperti yang terjadi akhir-akhir ini," sebutnya.

Baca Juga: Menilik Arah Pergerakan Dolar AS, Jelang Rilis Data PCE AS

Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana melanjutkan, penguatan dolar juga didorong antisipasi pasar atas rilis PCE (headline dan core). Diperkirakan nilainya lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Lalu, pernyataan Michelle Bowman akan kemungkinan perlunya kenaikan Fed Rate jika inflasi gak turun.

Pasar juga menantikan data GDP dan initial jobless claims. Fikri menyebutkan, pasar berekspektasi hasilnya buruk, khususnya PCE.

"Jika rilis datanya sesuai konsensus atau lebih tinggi, kemungkinan DXY masih akan menguat," katanya.

Dengan demikian, kedua analis memperkirakan bahwa DXY masih berpotensi melaju ke 108, bahkan bisa ke 109.

Di sisi lain, Lukman menilai masih ada ruang penguatan dari mata uang utama lainnya. Ia menjagokan EUR, GBP, dan AUD lantaran bank-bank sentral tersebut akan memangkas suku bunga lebih dulu. Bahkan ECB telah mulai memangkas sebesar 25bps.

Nah, setelah the Fed mulai memangkas suku bunganya, baru DXY akan kembali melandai. Dengan asumsi pemangkasan sebesar 25bps, diperkirakan DXY akan kembali ke 103. Namun, apabila pemangkasan sebanyak dua kali dan sebesar 25bps, maka DXY berpotensi ke 101 di akhir tahun.

Baca Juga: Japan Issues Fresh Warnings Against Sharp Yen Falls

Nasib rupiah

Saat ini, nilai tukar rupiah masih cenderung tertekan. Namun, pada Kamis (27/6) berhasil menguat 0,05% ke Rp 16.405 per dolar AS.

Lukman berpendapat, dengan pemangkasan suku bunga diperkirakan rupiah masih berpotensi menguat. Apabila pemangkasan the Fed sesuai ekspektasi pasar, maka rupiah diperkirakan akan menguat kembali mendekati Rp 16.000.

Adapun, saat ini ekspektasinya dua kali pemangkasan, masing-masing sebesar 25bps. Jika sesuai, rupiah berpotensi ke Rp 16.000 - Rp 16.300 per dolar AS di akhir tahun.

"Meskipun memang, pergerakan rupiah sangat tergantung pada kebijikan pemerintah dan intervensi Bank Indonesia (BI)," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×