Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggunaan batubara sebagai sumber energi berencana untuk dikurangi. Hal ini berdasarkan rancangan (draft) dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim COP26 yang digelar di Glasgow, Skotlandia beberapa waktu lalu.
Rancangan tersebut mendesak banyak negara untuk segera meningkatkan penggunaan pembangkit listrik bersih dengan menghapuskan sumber energi yang menggunakan tenaga batubara.
Lantas, bagaimana dampak agenda pengurangan pemakaian batubara terhadap emiten batubara tanah air?
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia, Samuel Glenn Tanuwidjaja menilai, sentimen pengurangan penggunaan batubara memang cukup besar, tetapi efeknya dalam jangka panjang. Rancangan tersebut sudah disetujui oleh Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Eropa.
Baca Juga: Saham emiten consumer goods masih tertekan, begini rekomendasi dari analis
Akan tetapi Negara-negara berkembang seperti China dan India, yang juga merupakan produsen dan konsumen batubara terbesar di dunia, masih menolak rancangan tersebut.
Perdana Menteri India Narendra Modi bahkan sempat meminta negara-negara maju untuk menyediakan dana hingga US$ 1 triliun guna mewujudkan agenda ini. “Dana US$ 1 triliun sangat butuh waktu lama untuk menyediakannya,” terang Glenn kepada Kontan.co.id, Senin (15/11).
Alhasil, pengaruh sentimen ini terhadap industri batubara memang ada, hanya saja bersifat jangka panjang. “Berapa lama, mungkin 7 tahun – 11 tahun,” sambung Glenn.
Toh di tahun ini, harga spot batubara masih akan stabil di kisaran US$ 140 – US$ 165 per ton, didorong oleh penggunaan batubara untuk pemanas dan listrik saat musim dingin.
Senada, Analis RHB Sekuritas Fauzan Luthfi Djamal juga menilai, sentimen COP26 ini lebih bersifat jangka panjang. Dua konsumen dan produsen batubara terbesar seperti China sama India dinilai akan tetap memanfaatkan energi batubara untuk saat ini.
Hal ini mengingat krisis energi yang baru pulih belakangan ini. Selain itu, batubara juga dibutuhkan menjelang puncak musim dingin sampai awal tahun depan.
Baca Juga: Margin Unilever (UNVR) berpotensi membaik, intip rekomendasi sahamnya berikut ini
Hal yang terjadi justru China sedang meningkatkan volume produksinya. Fauzan menyebut, output harian batubara China sudah menyentuh rekor yang tinggi, yakni 12,05 juta ton per hari, seiring arahan pemerintah untuk menggenjot kapasitas.
“Data dari peningkatan produksi batubara di China akhir-akhir ini bisa menjadi statement yang cukup kuat bahwa pendirian China masih akan tetap menggunakan batubara untuk pemenuhan listrik,” terang Fauzan saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (15/11).
Efeknya, harga batubara domestik sudah turun hampir setengahnya dari rekor all-time high pada bulan lalu