Reporter: Nur Qolbi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan surat utang korporasi pada semester II-2023 berpotensi lebih besar dibanding paruh pertama tahun ini yang sebesar Rp 45,99 triliun. Potensi ini terlihat dari mandat yang diterima Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) per 30 Juni 2023.
Pefindo mencatatkan total rencana penerbitan surat utang sebesar Rp 61,3 triliun dari 41 perusahaan. Sebesar Rp 36,6 triliun (23 entitas) merupakan perusahaan non-BUMN, sedangkan Rp 24,7 triliun (18 entitas) merupakan BUMN beserta anak usahanya dan BUMD.
Lima sektor dengan rencana nilai penerbitan terbesar adalah sektor pulp and paper Rp 16,6 triliun (3 entitas), perbankan Rp 7,6 triliun (4 entitas), pertambangan Rp 7 triliun (3 entitas), multifinance Rp 5,6 triliun (7 entitas), dan perusahaan induk Rp 3,9 triliun (3 entitas).
Kepala Divisi Pemeringkatan Korporasi Pefindo Niken Indriasih mengatakan, para perusahaan ini berencana menerbitkan surat utang tersebut di semester II-2023 ataupun tahun berikutnya. Surat utang tersebut paling banyak berbentuk penawaran umum berkelanjutan (PUB) sehingga dapat diterbitkan satu sampai dengan dua tahun ke depan.
Chief Economist Pefindo Suhindarto melihat, penerbitan surat utang pada semester 2 2023 kemungkinan akan lebih besar. "Pasalnya, dari total utang jatuh tempo tahun 2023 yang sebesar Rp 126 triliun, 59% alias Rp 74,8 triliun jatuh tempo pada paruh kedua," tutur Suhindarto beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Tak Sanggup Lunasi Obligasi Jatuh Tempo, Ini Daftar Surat Utang Milik Waskita (WSKT)
Secara rinci, surat utang sebesar Rp 47,7 triliun mencapai tenggat pada kuartal III-2023 dan Rp 27,1 triliun pada kuartal IV-2023. Sektor perbankan mendominasi dengan besaran surat utang jatuh tempo Rp 14,6 triliun, disusul pulp and paper Rp 11,3 triliun, dan multifinance Rp 8,5 triliun.
Menurut Suhindarto, kondisi makroekonomi Indonesia sudah cukup baik, terlihat dari inflasi yang menurun dan sudah berada dalam rentang target. "Bank Indonesia juga diperkirakan akan tetap bertahan pada kebijakan akomodatif dengan mempertahankan suku bunga acuan 5,75% demi menjaga nilai tukar," ucao Suhindarto.
Di sisi lain, pelaku pasar masih bersikap wait and see terkait calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan maju dalam pemilihan Presiden 2024. Pelaku pasar akan terlebih dahulu mencermati program-program kerja yang bakal diusung karena dapat memengaruhi sektor yang menjadi arah pembangunan ke depannya.
Sementara itu, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian menilai, dengan melihat perkembangan Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan dilaksanakan tahun depan, emiten diperkirakan akan menahan penerbitan obligasi korporasi. Emiten kemungkinan mulai gencar melakukan ekspansi setelah diketahuinya pemenang Pemilu.
"Tahun depan seharusnya pasar akan lebih kondusif. Multifinance dan perbankan masih menjadi sektor yang dominan menerbitkan obligasi korporasi," ucap Fajar.
Baca Juga: Pasar Surat Utang Tanah Air Solid, Meski BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan Pada Juli
Apalagi, Bank Indonesia diproyeksi akan menurunkan suku bunga acuannya pada tahun 2024. Saat itu, emiten akan memanfaatkan momen tersebut untuk menerbitkan obligasi karena biaya bunga yang lebih murah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News