Reporter: Nur Qolbi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten penyedia infrastruktur telekomunikasi PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) membukukan pendapatan Rp 3,9 triliun sepanjang sembilan bulan pertama 2020. Jumlah ini meningkat 13,5% dibanding pendapatan pada periode sama tahun 2019 yang sebesar Rp 3,47 triliun.
Kenaikan pendapatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya penyewaan dari pelanggan TBIG, khususnya yang termasuk lima besar. Penambahan sewa terbanyak dicatatkan oleh PT Hutchison 3 Indonesia, yakni sebesar 57% year on year (yoy), dari Rp 367,14 miliar menjadi Rp 576,25 miliar.
Kemudian, PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) menambah penyewaan menjadi Rp 273,44 miliar atau naik 41,5% yoy. Disusul PT Indosat Tbk (ISAT) +13,7% yoy menjadi Rp 846,75 miliar, PT XL Axiata Tbk (EXCL) +7% yoy menjadi Rp 667,81 miliar, dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) +2,3% yoy menjadi Rp 1,55 triliun.
Berdasarkan rilis yang diterima Kontan.co.id, Senin (26/10), per 30 September 2020, TBIG memiliki 31.703 penyewaan dan 16.215 site telekomunikasi. Site telekomunikasi milik TBIG terdiri dari 16.093 menara telekomunikasi dan 122 jaringan distributed antenna system (DAS).
Baca Juga: Prospek Emiten Menara Telekomunikasi Masih Cerah, Pilih TBIG atau TOWR?
Direktur Utama TBIG Hardi Wijaya Liong mengatakan, perusahaannya telah melampaui panduan 2020. "Kami menargetkan sebanyak 3.000 penyewaan pada tahun ini, tetapi penambahan organik kotor kami sudah sebanyak 3.319 penyewaan untuk sembilan bulan pertama tahun 2020," ungkap Hardy.
Pertumbuhan kolokasi yang kuat dan berkelanjutan telah meningkatkan rasio kolokasi TBIG menjadi 1,96 dari 1,85 pada akhir tahun 2019. "Kami fokus untuk mengeksekusi pesanan yang kami terima dari pelanggan telekomunikasi kami saat mereka memadatkan jaringan mereka di seluruh negeri," ucap Hardy.
Kenaikan pendapatan ini turut membawa pertumbuhan pada bottom line TBIG. Sepanjang sembilan bulan pertama 2020, TBIG mencatatkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 747,47 miliar atau tumbuh 22,1% dari periode sama tahun 2019 yang sebesar Rp 612 miliar.
Liabilitas TBIG
Per 30 September 2020, total pinjaman ( debt) TBIG mencapai Rp 22,41 triliun dan total pinjaman senior (gross senior debt) Rp 10,2 triliun. Angka ini didapat dengan memperhitungkan pinjaman dalam mata uang dollar AS yang telah dilindung nilai dan diukur dengan menggunakan kurs lindung nilainya.
Dengan saldo kas yang mencapai Rp 574 miliar, maka total pinjaman bersih (net debt) menjadi Rp 21,83 triliun dan total pinjaman senior bersih (net senior debt) TBIG menjadi Rp 9,63 triliun.
Kemudian, EBITDA TBIG per 30 September 2020 adalah sebesar Rp 3,4 triliun dan EBITDA disetahunkan Rp 4,72 triliun. Menggunakan EBITDA triwulan ketiga 2020 yang disetahunkan, maka rasio pinjaman senior bersih terhadap EBITDA adalah 2,04 kali dan total pinjaman bersih terhadap EBITDA sebesar 4,63 kali.
"Jumlah ini di bawah ketentuan surat utang kami yang mensyaratkan rasio total pinjaman (diukur dengan menggunakan kurs lindung nilai) terhadap EBITDA kuartal terakhir yang disetahunkan untuk tidak lebih dari 6,25 kali," kata Direktur Keuangan TBIG Helmy Yusman Santoso.
Baca Juga: Tower Bersama (TBIG) akan menerbitkan surat utang global US$ 700 juta
Menurut dia, bisnis perusahaannya memiliki arus kas yang kuat, didorong oleh kontrak pendapatan berulang yang dapat diprediksi dari pelanggan telekomunikasi.
"Pertumbuhan kolokasi TBIG yang kuat telah menurunkan rasio leverage secara signifikan dari 5,04 kali pada akhir tahun 2019 menjadi level 4,63 kali," ucap Helmy.
Helmy menambahkan, kreditur TBIG juga tetap berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan TBIG, baik secara organik dan anorganik.
Pada bulan September 2020, TBIG memiliki program baru Obligasi Rupiah Berkelanjutan IV dengan target dana dihimpun Rp 7 triliun yang berlaku selama dua tahun. TBIG juga memiliki arus kas operasional yang kuat dan komitmen Fasilitas Revolving Credit yang signifikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News