Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada tahun 2021, Analis menilai kondisi utang emiten akan lebih baik ketimbang tahun lalu. Saat ini, sejumlah perusahaan terbuka mempunyai rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER) yang cukup tinggi.
Misalnya saja DER PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) yang mencapai 1.237%, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) mencapai 617%, PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) sebesar 688,34%, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) sebesar 574,59%, dan PT PP Tbk (PTPP) dengan DER 363,89%.
Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, sejalan dengan perbaikan dan pemulihan ekonomi maka tekanan dari utang perusahaan dapat berkurang.
Ia menambahkan, potensi gagal bayar oleh perusahaan akan berkurang di tengah perbaikan ekonomi. Menurutnya, apabila utang terbilang produktif dan kinerja bisnis tetap berjalan hal tersebut tentu tidak terlalu membuat khawatir.
Baca Juga: Bisnisnya Tertekan, Hotel Terbebani Beban Utang
Adapun yang patut dikhawatirkan, sambungnya, jika proses pemulihan ekonomi telah berjalan namun bisnis emiten tidak kunjung membaik. “Tentu hal ini akan menjadi perhatian, apakah ratio solvabilitas masih dalam rentang batas aman atau tidak,” ujar Nico, Minggu (3/4).
Kucuran stimulus dari pemerintah juga dinilai hampir merata untuk semua sektor. Sebagai contoh insentif DP 0% untuk sektor properti dan sektor otomotif menjadi salah satu langkah pemerintah untuk mendorong perbaikan dan proses pemulihan ekonomi di sektor tersebut.
Di lain sisi, Nico mengatakan kehadiran stimulus di beberapa sektor ini harus diiringi dengan pengendalian wabah virus corona yang baik.
Meski emiten BUMN memiliki tingkat DER tinggi, sambung Nico, namun tidak terlalu mengkhawatirkan karena mereka memiliki sinergi BUMN di dalamnya. Dimana, mereka akan saling bahu membahu untuk menjaga sustainabilitas bisnisnya.
Baca Juga: MD Pictures (FILM) Mencuil Berkah WFH
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas juga mengutarakan hal senada. Sukarno memandang, kondisi utang emiten pada tahun ini ada potensi akan membaik seiring pemulihan ekonomi, meskipun tidak akan signifikan.
“Paling tidak jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu karena pada tahun lalu ada pembatasan jam operasional dan penundaan sejumlah proyek ataupun lainnya,” imbuh Sukarno.
Perbaikan kondisi utang tersebut juga didorong oleh sejumlah sentimen positif dari penurunan suku bunga, pembentukan sovereign wealth fund (SWF) Indonesia, dan suntikan dana dari pemerintah khususnya emiten BUMN.
Sedangkan untuk emiten yang masih kesulitan membayar kewajiban, ia bilang perusahaan bisa melakukan retrukturisasi utang. Sehingga perusahaan tersebut nantinya dapat fokus dalam melakukan ekspansi.
Baca Juga: Kinerja tertekan Covid-19, begini rekomendasi analis untuk saham perhotelan
“Tapi risiko gagal bayar bisa saja terjadi, dan hal itu wajar di saat kondisi pendemi, sampai sekarang dampak negatifnya bukan lagi minoritas tapi mayoritas,” ujarnya.
Ia menilai sejumlah saham emiten khususnya BUMN masih memiliki prospek yang bagus karena mendapat suntikan dana dari pemerintah. Selain itu, mulainya SWF akan menjadi alternatif pembiayaan untuk pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia.
Sukarno menyarankan pelaku pasar masih bisa mencermati saham-saham konstruksi seperti WIKA, PTPP, WSKT, dan ADHI dengan potensi bisa melaju 20% lebih tinggi dari harga saat ini.
Selanjutnya: Lagi, tiga perusahaan properti gagal bayar surat utang salah satunya BUMN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News