Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah perlu terus memantau pergerakan Indeks Harga Konsumen (IHK) guna mengantisipasi potensi peningkatan inflasi.
Data terbaru menunjukkan bahwa IHK mengalami deflasi 0,76% secara bulanan (month to month/mtm) pada Januari 2025, tetapi mencatatkan inflasi 0,76% secara tahunan (year on year/yoy).
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan bahwa inflasi akan meningkat secara signifikan dalam beberapa bulan ke depan. Perkiraan ini didasarkan pada normalisasi kelompok harga bergejolak yang diprediksi masih akan mengalami kenaikan cukup tinggi.
Baca Juga: Inflasi dan Ketidakpastian Global Meningkat, Negara Berkembang Perlu Waspada
Selain itu, dari kelompok harga yang diatur pemerintah, harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi telah mengalami kenaikan sejak awal Februari 2025.
Sejalan dengan itu, efek kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50% bagi pengguna dengan daya di bawah 2.200 volt ampere mulai mereda. Sebagaimana diketahui, kebijakan diskon listrik ini menjadi faktor utama yang mendorong deflasi pada Januari 2025.
"Dampak dari berakhirnya diskon listrik ini akan cukup signifikan dalam mendorong inflasi pada Maret 2025," ujar Josua kepada Kontan, Senin (3/2).
Josua memperkirakan inflasi pada akhir 2025 akan berada di kisaran 2%, mengingat pemerintah telah membatasi diskon tarif listrik hanya untuk periode kedua pada Februari 2025.
Baca Juga: OJK Ingatkan Masyarakat Perlu Waspada pada Modus Penipuan yang Memanfaatkan AI
Inflasi tahunan pun diperkirakan tetap berada dalam target Bank Indonesia 1,5% - 3,5%, kecuali jika kebijakan diskon listrik diperpanjang sepanjang tahun.
"Selain itu, inflasi pada tahun 2025 juga akan dipengaruhi oleh efek basis yang rendah dari tahun sebelumnya," tambahnya.
Di luar faktor kebijakan, Josua menilai tekanan inflasi juga akan dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan konsumen seiring dengan pemulihan ekonomi. Faktor lain yang turut berkontribusi adalah depresiasi nilai tukar rupiah, yang dapat berdampak pada kenaikan harga barang impor.
"Secara keseluruhan, kami memproyeksikan tingkat inflasi mencapai sekitar 2,33% pada akhir 2025, meningkat dari 1,57% pada akhir 2024," jelasnya.
Dampak Kenaikan Harga Pangan terhadap Inflasi
Dalam kesempatan terpisah, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy, menekankan pentingnya perhatian pemerintah terhadap pergerakan harga komoditas pangan yang berpotensi meningkatkan inflasi secara signifikan.
Baca Juga: OJK Beberkan Beberapa Tren Kejahatan yang Perlu Diwaspadai pada Akhir Tahun Ini
Menurutnya, lonjakan harga pangan juga dapat mengganggu kelancaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah mulai berjalan secara rutin.
Selain itu, faktor eksternal seperti kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, juga perlu diantisipasi.
"Dampak perang dagang jilid II yang direncanakan oleh Presiden Trump bisa berpengaruh terhadap harga komoditas global. Pada akhirnya, hal ini dapat berdampak pada harga komoditas pangan dalam negeri," ungkap Yusuf.
Ia menilai bahwa perubahan kebijakan perdagangan di Amerika Serikat berpotensi mengerek harga komoditas internasional, yang pada gilirannya akan memengaruhi harga pangan di Indonesia.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah antisipatif guna menjaga stabilitas inflasi dan daya beli masyarakat.
Selanjutnya: 3 Teh yang Tidak Boleh Dikonsumsi Penderita Diabetes, Ini Daftarnya!
Menarik Dibaca: Brand Perawatan Kulit Vegan Melixir Hadir di Sephora Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News