CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Pemerintah Harus Buat Peraturan Repatriasi Ekspor


Kamis, 30 Oktober 2008 / 14:33 WIB


Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) banyak disebabkan oleh terjadinya ketidakseimbangan supply-demand dolar di pasar. Investor asing yang ramai-ramai minggat baik dari lantai bursa, surat utang negara, maupun SBI, membikin permintaan atas dolar menanjak dan pada gilirannya menekan rupiah sampai terperosok di level Rp 10.000-an.

Nah, bukan hanya asing yang mendera mata uang garuda itu. Dari kalangan lokal, para importir juga terserang kepanikan dengan memborong banyak dolar. "Para importir menghindari risiko lebih besar melihat tren penurunan rupiah sehingga memilih untuk memborong dolar sekarang sebelum rupiah lebih jatuh," jelas Direktur Currency Management Farial Anwar kepada KONTAN, Kamis (30/10).

Tidak heran jika permintaan terhadap dolar pun kian deras. Sebaliknya, supply atas dolar sangat  terbatas. Farial menambahkan, sejatinya, para eksportir kita bisa diharapkan menjadi pengimbang supply dolar. Tapi, kenyataan yang ada berbicara lain. "Mereka banyak yang lebih suka parkir duit di luar negeri, terutama di Singapura," ujarnya.

Hal ini cukup ironis, mengingat para eksportir lebih memanfaatkan hasil bumi Indonesia, namun hasilnya malah ditimbun di luar negeri. "Negara lain malah yang menikmati likuiditas dari para eksportir kita," lanjut Farial.

Namun, para eksportir sendiri juga tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Pasalnya, di Indonesia belum ada aturan soal repatriasi. Repatriasi ini adalah kewajiban untuk pemulangan atau pengiriman kembali hasil ekspor ke negara asal. "Indonesia saja yang enggak ada aturan ini. Di negara lain sudah banyak yang memberlakukan itu," imbuhnya. Di Indonesia, para eksportir dibebaskan memarkir dana di mana saja.

Pemerintah ada baiknya mulai memikirkan aturan ini sebagai salah satu upaya menjaga ketahanan rupiah supaya enggak selalu letoi terkena hempasan dolar. Nah, saat supply dolar dari eksportir tidak bisa diharapkan, ujung-ujungnya BI yang turun tangan untuk menggelontor dolar di pasar dengan menguras cadangan devisa.

Walhasil, cadangan devisa terus merosot dan terakhir terhenti di angka US$ 52 miliar, dari angka semula yang senilai US$ 58 miliar. "Padahal cadangan devisa kita tidak hanya untuk jaga rupiah kan?" tandas Farial.

Dengan adanya aturan repatriasi duit hasil ekspor ini, paling tidak hal itu dapat meringankan langkah BI dalam menjaga rupiah. Toh, sudah sewajarnya jika duit hasil mengeruk kekayaan alam Indonesia balik ke ibu pertiwi, bukannya kecantol di negeri tetangga seperti yang selama ini terjadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×