Reporter: Dyah Megasari | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Untuk pertama kalinya di tahun 2010, pemerintah tidak jadi menjual obligasi negara dengan menolak seluruh permintaan yang masuk dalam hajatan lelang.
Kemarin (16/2), pemerintah menggelar lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara. Hajatan ini merupakan bagian dari upaya memenuhi sebagian Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2010. Pemerintah mematok target indikatif sebesar Rp 1 triliun.
Dalam lelang tersebut, pemerintah mengantongi penawaran hingga Rp 1,705 triliun. Tapi, pemerintah tidak bersedia meluluskan semua permintaan itu karena meminta imbal hasil (yield) tinggi.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto menyatakan, permintaan yield yang disodorkan investor masih di atas yield obligasi negara acuan milik pemerintah. "Jika dimenangkan, selain tidak prudent, juga akan merusak harga surat berharga negara di pasar sekunder," katanya. Apalagi, dia mengaku, posisi kas pemerintah saat ini masih aman.
Handy Yunianto, Analis Obligasi Mandiri Sekuritas, melihat, wajar saja jika pemerintah menolak seluruh penawaran yang masuk. Pasalnya, investor meminta yield cukup tinggi dalam lelang kali ini. "Bila dibandingkan dengan yield SUN seri acuan dengan tenor dan jatuh tempo yang sama," imbuhnya.
Dalam rilisnya, DJPU merinci, ada empat seri sukuk yang dilelang pemerintah.
Pertama, IFR0003 yang mengontongi jumlah penawaran Rp 264,5 miliar dengan permintaan yield 8,625% hingga 10%. Sekadar pembanding, kemarin, SUN acuan bertenor lima tahun, yaitu FR0027, hanya memiliki yield 8,43%. Artinya, permintaan investor lebih tinggi 0,19%-1,67%.
Kedua, IFR0005 yang mengantongi jumlah penawaran Rp 66 miliar dengan yield 9,65% hingga 9,75%.
Ketiga, IFR0006 dengan jumlah penawaran Rp 711 miliar dan mengantongi permintaan yield 10,15%-10,5%. Padahal, di hari yang sama, SUN FR0031 yang memiliki tenor 10 tahun hanya memiliki yield 9,803%. Artinya, pemerintah harus memberikan premium 0,35%-0,70% ke para investor.
Keempat, IFR0007 yang mengantongi penawaran Rp 663 miliar dengan permintaan yield 10,62% hingga 11,25%. Adapun FR0052 yang memiliki tenor 20 tahun ini memiliki yield 10,69%.
Ariawan, Analis Obligasi Trimegah Securities, menilai tingginya permintaan yield merupakan bentuk kompensasi likuiditas yang ada. "Investor menjadikan alasan likuiditas pasar untuk meminta yield tinggi," ujarnya. Padahal, saat ini likuiditas di pasar masih cukup baik.
Tak hanya itu, Ariawan berpendapat, investor menjadikan momen penjualan sukuk ritel kedua (SR-002) dengan meminta yield tinggi. Maklum, pemerintah menerima hampir semua permintaan yang masuk dengan menerbitkan SR-002 sebesar Rp 8,03 triliun. Jumlahnya lebih tinggi dari target awal Rp 3 triliun.
Analis menyambut positif langkah pemerintah kali ini. "Jika dieksekusi, bisa dianggap memberikan sinyal yang salah pada pasar dan investor," ujar Ariawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News