kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pasar saham, obligasi, dan emas tertekan di kuartal I, ini prospeknya pada kuartal II


Kamis, 01 April 2021 / 09:47 WIB
Pasar saham, obligasi, dan emas tertekan di kuartal I, ini prospeknya pada kuartal II
ILUSTRASI. Instrumen investasi cenderung membukukan pertumbuhan kinerja yang tipis, bahkan negatif.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kuartal pertama 2021 rupanya bukan menjadi periode yang baik bagi kondisi pasar modal. Berbagai kinerja instrumen investasi cenderung membukukan pertumbuhan kinerja yang tipis, bahkan beberapa berada di area negatif.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) misalnya, sepanjang kuartal pertama 2021, tercatat hanya berhasil mencatatkan pertumbuhan tipis 0,11%. Sementara obligasi pemerintah yang tercermin dari Indobex Government Bond justru berkinerja negatif, yakni turun 2,35%. Obligasi korporasi yang tercermin dari Indobex Corporate Bond malah berhasil tumbuh 1,66%.

Sementara untuk kinerja instrumen safe haven, dolar Amerika Serikat (AS) berhasil membukukan pertumbuhan kinerja sebesar 3,38%. Lalu emas justru bernasib sebaliknya, si kuning ini malah terkoreksi hingga 11,15%. 

Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi menyebutkan, sejatinya kuartal pertama 2021 adalah momen pemulihan sehingga menjadi peluang investasi yang menarik. Tapi, pada tiga bulan pertama ini, emerging markets termasuk Indonesia justru underperform akibat kenaikan yield US Treasury,

Baca Juga: Rupiah melemah tipis ke Rp 14.535 per dolar AS pada Kamis (1/4) pagi

“Yield US Treasury mengalami kenaikan disebabkan ekspektasi kenaikan inflasi saat stimulus jumbo Joe Biden disetujui. Hal ini pada akhirnya membuat asing keluar dananya dari Indonesia, sekalipun the Fed memasang target dovish hingga 2023. Dampaknya, pasar obligasi dan pasar saham di emerging markets terdepresiasi,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Rabu (31/3).

Sementara terkait merosotnya kinerja emas pada awal tahun ini, Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengaku hal tersebut bukanlah hal yang mengejutkan. Sudah banyak pihak, termasuk Avrist AM yang melihat bahwa emas akan cenderung berkinerja negatif pada tahun ini.

“Avrist AM sebenarnya sudah tidak memandang emas punya outlook positif sejak menyentuh level tertingginya pada 2020. Kenaikan emas sebenarnya cenderung lebih bersifat euforia dan saat ini juga sudah tidak sejalan dengan topik pemulihan ekonomi,” imbuh Farash.

Baca Juga: IHSG dibuka menguat pada Kamis (1/4) setelah turun tiga hari beruntun

Memasuki kedua 2021, Reza meyakini kondisi bisa perlahan membaik. Apalagi fase pemulihan sudah mulai terlihat dari aktivitas bisnis yang mulai kembali menggeliat, ditambah lagi vaksinasi juga terus berjalan. Dengan demikian, diharapkan aktivitas ekonomi ke depan bisa segera mulai normal kembali. Lebih lanjut, Reza berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 akan naik 4,9%-5,1%. 

Sementara untuk kinerja kelas aset investasi, Farash melihat baik pasar saham maupun obligasi akan tetap positif hingga akhir tahun nanti. Namun, untuk obligasi, ia menyebut potensi capital gain dari kenaikan harga cenderung terbatas dan lebih akan didukung oleh pembagian kupon untuk kinerjanya. Apalagi, inflasi juga relatif belum akan naik tinggi

“Kalau saham seharusnya on track memberi potensi return 10%-12% per tahun dalam jangka panjang karena valuasi juga tidak mahal. Tapi asumsi ini lebih baik dibandingkan dengan kinerja setahun terakhir yang tumbuh 31%. Saat itu kan, sebelum naik 31%, didahului koreksi pasar 30% terlebih dahulu, jadi istilahnya jangan take it for granted,” terang Farash.

Baca Juga: Harga emas stabil setelah mencatat penurunan 10% di kuartal pertama

Sementara Reza juga meyakini kelas aset saham akan jadi yang paling primadona. Terlebih ketika terjadi lagi penurunan suku bunga acuan dan tren suku bunga rendah seperti saat ini. Pasalnya, emiten akan lebih gencar dalam melakukan ekspansi bisnis mereka.

“Oleh karena itu, porsi alokasi saham harus diperbanyak. Penurunan ini menjadi momentum kita investasi jangka panjang di masa pemulihan ekonomi dengan porsi 50% di saham. Sisanya 30% bisa di pasar uang dan 20% di pendapatan tetap,” pungkas Reza.

Baca Juga: Tower Bersama Infrastructure (TBIG) menebar dividen Rp 32 per saham, simak jadwalnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×