Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memandang bahwa data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat dari ekspektasi memberikan validasi bagi The Fed untuk tidak terburu-buru memangkas suku bunga.
Hal itu terlihat dari data ketenagakerjaan dan inflasi AS yang lebih kuat dari ekspektasi.
Senior Portfolio Manager Equity MAMI, Samuel Kesuma, mengatakan, data ekonomi AS yang lebih kuat dari ekspektasi menyebabkan terjadinya perubahan ekspektasi di pasar.
Ekspektasi pasar untuk pemangkasan Fed Funds Rate (FFR) di tahun 2024 telah berkurang menjadi 85 bps dari 150 bps di awal tahun, sehingga akan lebih selaras dengan proyeksi dot plot The Fed.
Baca Juga: Rupiah Diprediksi Melemah Pada Senin (18/3), Cermati Sentimennya
Namun perubahan ekspektasi ini juga menyebabkan volatilitas di pasar global, dimana imbal hasil US Treasury cenderung meningkat dan nilai tukar USD kembali menguat.
Walau demikian, kondisi ini tidak mengubah pandangan The Fed, di mana Ketua The Fed Jerome Powell dalam testimoninya di Kongres AS masih optimistis bahwa suku bunga dapat diturunkan tahun ini.
Samuel menambahkan, selama tiga siklus penurunan suku bunga The Fed sebelumnya, indikator makro dan pasar finansial Indonesia menunjukkan hasil yang positif. Siklus pemangkasan The Fed pada tahun ini diharapkan dapat memberikan hasil serupa bagi Indonesia.
Jika dilihat, kondisi inflasi domestik yang terjaga membuka ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga.
Dalam jangka pendek, BI diperkirakan masih akan mempertahankan postur pro-stabilitas, menahan suku acuan di 6%, untuk menjaga selisih suku bunga agar tetap menarik, sebagai dampak dari nilai tukar rupiah yang masih relatif rentan terhadap sentimen global.
Baca Juga: Bursa Australia Ditutup Naik Tipis Senin (18/3), Ditopang Saham Tambang dan Bank
“Peluang untuk mengalihkan kebijakan moneter ke arah pro pertumbuhan lebih terbuka ketika terdapat indikasi yang lebih jelas terkait potensi pemangkasan suku Bunga The Fed dan fluktuasi nilai tukar mereda,” ungkap Samuel dalam siaran pers, Jumat (15/3).
Samuel menjelaskan, pelonggaran moneter akan mendorong normalisasi likuiditas domestik, setelah sebelumnya demi menjaga stabilitas eksternal, BI melakukan pengetatan likuiditas. Peluang pergeseran ini diperkirakan akan terjadi bersamaan dengan pelonggaran suku bunga The Fed.
“Likuiditas yang membaik dapat memberikan dukungan yang lebih baik terhadap aktivitas perekonomian dan sentimen di pasar finansial,” tambahnya.
Selain kebijakan suku bunga, diperkirakan BI dapat melonggarkan kebijakan moneternya dengan menggunakan alat kebijakan non-suku bunga, seperti menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebelum mulai menurunkan suku bunga BI.
Secara historis penurunan GWM terjadi sebelum siklus penurunan suku bunga BI seperti pada tahun 2015 dan 2019.
Samuel menuturkan, kondisi likuiditas yang diharapkan lebih baik dan pemilu yang berjalan aman diharapkan dapat mendukung penguatan pasar saham Indonesia secara lebih berkelanjutan.
Baca Juga: Rupiah Melemah Tipis dalam Sepekan, Ini Penyebabnya
Optimisme terhadap peningkatan aktivitas perekonomian dan kondisi moneter yang lebih akomodatif diharapkan dapat meningkatkan minat investasi investor domestik dan aliran likuiditas ke pasar saham Indonesia.
Samuel menyebutkan, di tengah kondisi global yang dinamis, investor disarankan mengambil posisi yang berimbang pada konstruksi portofolio, mengombinasikan elemen potensi katalis jangka pendek, defensif, dan potensi struktural jangka panjang.
Untuk jangka pendek, sektor-sektor yang diuntungkan dari pemangkasan suku bunga seperti perbankan, properti, tower telekomunikasi, dan konsumer non-primer.
Untuk strategi defensif, sektor telekomunikasi menjadi pilihan karena karakteristik industri cenderung resilien mengingat data merupakan kebutuhan pokok dan potensi kinerja emiten yang baik.
Adapun untuk potensi pertumbuhan struktural, sektor yang berhubungan dengan bahan baku untuk industri energi baru terbarukan. Transisi menuju era dekarbonisasi menguntungkan bagi Indonesia yang kaya akan komoditas yang digunakan dalam teknologi energi baru terbarukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News