Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang lima bulan tahun 2022 berjalan, investasi di pasar saham dinilai paling menjanjikan dibanding sejumlah instrumen lainnya, seperti obligasi dan pasar uang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencerminkan pertumbuhan kinerja yang menggembirakan.
Analis Fundamental B-Trade Raditya Krisna Pradana memberikan gambaran, secara tahunan kenaikan IHSG mencerminkan return 20,19%. IHSG melompat dari posisi 5.947,46 pada Mei 2021 menjadi 7.148,97 per akhir Mei 2022.
Sementara itu, jika merujuk ringkasan imbal hasil Obligasi Indonesia 10 Tahun, ada kenaikan return 10,86% dari 6.445 per Mei 2021 menjadi 7.145 pada Mei 2022. "Saham dan obligasi menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Namun pasar uang cenderung stabil ke melemah, seiring suku bunga yang stabil. Untuk reksadana, mengikuti jenisnya," kata Raditya kepada Kontan.co.id, Rabu (1/6).
Dia membeberkan, ada sejumlah faktor yang mendorong kinerja saham menjadi lebih apik. Pertama, pengendalian covid-19 membawa transisi pandemi ke endimi. Kondisi ini membuat kepercayaan investor meningkat, dan kinerja bisnis emiten ikut terangkat.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Lanjutkan Rally Penguatan pada Kamis (2/6)
Kedua, faktor makro ekonomi Indonesia yang cukup solid telah mempertebal kenyamanan investor di pasar saham. Ketiga, inflasi Indonesia juga masih terkontrol, sedangkan mayoritas negara maju memiliki laju inflasi yang tinggi.
Meski begitu, fenomena Sell in May sempat membuat kinerja IHSG terperosok di pekan kedua Mei, atau setelah periode libur panjang Idul Fitri dan pengumuman kenaikan suku bunga The Fed. Jika dihitung, ada penurunan sekitar 1,1% yang terjadi di bulan Mei.
Raditya melihat ada sejumlah sentimen yang mempengaruhi gerak pasar. Faktor global banyak menentukan, seperti imbas dari perang Rusia dan Ukraina, serta tingginya inflasi. Di sisi lain, rencana kenaikan suku bunga juga akan berdampak bagi pergerakan pasar.
Jika Bank Indonesia nanti menaikkan suku bunga, saham dan obligasi berpotensi terkoreksi untuk sementara. "Proyeksi kami, (saham) akan koreksi dulu, baru melanjutkan kenaikan. Obligasi hampir mirip dengan saham pergerakannya. Pasar uang baru mengalami peningkatan apabila suku bunga sudah dinaikkan," jelas Raditya.
Head of Retail, Product Research & Development Division PT Henan Putihrai Asset Management, Reza Fahmi Riawan menambahkan bahwa setelah dua tahun terpukul pandemi, harga saham relatif menjadi lebih murah. Kemudian setelah covid-19 terkendali, ada euforia untuk berinvestasi di pasar saham.
Baca Juga: Manfaatkan Kenaikan IHSG, 7 Saham Ini Paling Banyak Dilego Asing pada Akhir Mei 2022
"Roda perekonomian kembali berputar, itu membuat kinerja (emiten) meningkat. Euforia ini membuat saham menjadi favorit," kata Reza.
Instrumen pasar saham pada tahun ini juga diuntungkan oleh meroketnya harga sejumlah komoditas unggulan Indonesia. Di sisi yang lain, konflik Rusia-Ukraina yang membuat harga komoditas mendidih, justru mendorong IHSG ke zona hijau, di saat banyak market berguguran.
"Ada beberapa investor yang masih wait and see, jadi parkir dana di instrumen money market. Ada juga investor yang memanfaatkan momentum untuk cicil beli saham, untuk instrumennya yang paling baik masih dipegang oleh instrumen saham," terang Reza.
Dia pun optimistis IHSG bisa menembus level 7.800. Namun, di sisa tahun ini pelaku pasar perlu mencermati kebijakan Bank Indonesia terkait suku bunga. Ada potensi kenaikan suku bunga seiring The Fed yang sudah menaikkan suku bunga secara agresif.
"Kita tunggu di Juni-Juli. Perlu kita waspadai, inflasi juga terjadi di seluruh bagian dunia. Bukan tidak mungkin nanti hot money akan kembali ke luar. Tapi sejauh ini, suasana masih kondusif untuk indeks bisa terus melaju," terang Reza.
Hal penting yang perlu dicatat, sebelum memilih instrumen investasi, investor harus mengetahui tingkat risiko yang dapat diterima serta jangka waktunya. Jika tidak bisa berinvestasi dalam risiko yang besar, investor bisa beralih ke instrumen obligasi dan reksadana pasar uang atau reksadana pendapatan tetap.
Terlebih di tengah kondisi market yang masih sangat fluktuatif. "Pasar masih proses kembali on track, sehingga kita harus pintar-pintar mengambil posisi di saat seperti ini, jangan sampai ketinggalan," tandas Reza.
Sementara itu, Raditya memberikan saran untuk mengalokasikan dana berdasarkan profil risiko. Untuk investor konservatif, biasa dipertimbangkan berinvestasi dengan porsi saham 20%, obligasi 20% dan pasar uang 60%.
Sedangkan untuk moderat, 20% dialokasikan kepada saham, 60% obligasi, dan 20% ke pasar uang. Lalu untuk investor agresif, porsi saham bisa mencapai 60%, 20% obligasi dan 20% untuk pasar uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News