Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Krisis keuangan yang mendera Turki mulai menimbulkan dampak negatif secara tidak langsung terhadap pasar obligasi Indonesia.
Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra menjelaskan, pasar obligasi dalam negeri mengalami koreksi akibat pelemahan rupiah yang ditimbulkan oleh koreksi nilai tukar lira terhadap dollar AS.
Hal tersebut terbukti manakala rupiah ditutup melemah 0,9% ke level Rp 14.608 per dollar AS pada Senin (13/8), yield surat utang negara (SUN) seri acuan 10 tahun melesat menjadi 7,89% sehingga harganya terkoreksi di level terendah 88,08. Padahal, Jumat lalu (10/8), yield SUN 10 tahun masih berada di level 7,65%.
“Kondisi makroekonomi Indonesia masih cukup baik. Namun, karena rupiah terpapar sentimen krisis keuangan di Turki, pasar obligasi Indonesia juga terkena imbasnya,” ungkap Made, Senin (13/8).
Ia melanjutkan, pelemahan lira yang diikuti oleh pelemahan rupiah membuat investor asing rentan melakukan aksi jual di pasar obligasi domestik. Sebab, investor asing enggan mengambil risiko berinvestasi di negara-negara emerging market jika dihadapkan pada kondisi pasar seperti sekarang.
Investor asing pun cenderung memburu aset safe haven. Permintaan terhadap surat utang AS lantas mengalami peningkatan. Inilah yang membuat yield US Treasury masih bergerak stabil di kisaran 2,86%.
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Ahmad Mikail sependapat. Menurutnya, dana investor asing berpotensi besar keluar dari pasar obligasi Indonesia secara jangka pendek. Terlebih lagi, data defisit transaksi berjalan Indonesia di kuartal II 2018 lalu cukup mengkhawatirkan karena melebar menjadi 3% dari produk domestik bruto (PDB). “Investor asing menilai data tersebut membuat risiko di Indonesia cukup tinggi,” katanya.
Selain itu, posisi yield SUN yang terus melonjak hingga mendekati level 8% dianggap dapat berdampak negatif terhadap pelaksanaan lelang surat berharga negara (SBN) di pasar primer. Pasalnya, investor cenderung akan meminta yield yang tinggi sedangkan pemerintah belum tentu bisa mengabulkan seluruh keinginan investor tersebut.
Research Analyst Capital Asset Management, Desmon Silitonga mengatakan, pasar obligasi Indonesia masih berpotensi mengalami koreksi sepanjang bulan ini. Sebab, krisis keuangan Turki menambah deretan sentimen negatif dari eksternal yang menghantam pasar obligasi dalam negeri. Sebelumnya, sudah ada sentimen kenaikan suku bunga acuan AS dan perang dagang antara AS dan China yang punya pengaruh kuat sepanjang tahun ini.
Ia juga menilai, jika Bank Indonesia (BI) kembali menaikan suku bunga acuannya saat Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 14—15 Agustus nanti, hal itu dapat memperberat kinerja SUN dalam jangka pendek. “Harga SUN bisa kembali terkoreksi kalau suku bunga naik,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News