Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar obligasi dan saham Indonesia dinilai tetap menarik meskipun Goldman Sachs Group Inc menurunkan peringkat obligasi Indonesia. Kejelasan mengenai tarif Amerika Serikat (AS) diharapkan dapat membantu menstabilkan pasar keuangan dalam negeri.
Goldman Sachs memangkas peringkat saham Indonesia dari overweight menjadi market weight. Sementara itu, peringkat untuk surat utang negara tenor 10 hingga 20 tahun disesuaikan menjadi netral dari sebelumnya disukai.
Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Division PT Henan Putihrai Asset Management (HPAM), Reza Fahmi Riawan, menyatakan prospek investor asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia tahun ini masih positif.
Baca Juga: Goldman Sach Catatkan Laba Tinggi di atas Perkiraan Analis, Ini Sumber Pendapatannya
Ia menyebutkan bahwa meskipun terdapat ketidakpastian di pasar saham, investor asing tetap menunjukkan minat kuat terhadap SBN.
Berdasarkan data DJPPR Kementerian Keuangan per 10 Maret 2025, aliran modal asing ke pasar SBN mencapai Rp 22,63 triliun sepanjang tahun berjalan. Imbal hasil SBN juga tercatat menarik di kisaran 6,7%-7,1%.
"Stabilitas makroekonomi Indonesia menjadi faktor pendorong utama aliran dana asing dibanding dengan negara berkembang lainnya seperti India," ujar Reza kepada Kontan.co.id, Kamis (13/3).
Reza menambahkan, surat utang Indonesia tetap diminati karena menawarkan imbal hasil relatif tinggi dibandingkan obligasi negara lain di Asia. Meskipun rupiah mengalami depresiasi, risiko translasi tetap terkendali berkat intervensi aktif Bank Indonesia (BI).
Indonesia juga mempertahankan kekuatan ekonominya dengan peringkat Sovereign Credit Rating dari Fitch pada level BBB dengan outlook stabil per 11 Maret 2025.
Baca Juga: Penyebab Goldman Sachs Pangkas Peringkat Bursa Saham dan Surat Utang Indonesia
"Peringkat sovereign Indonesia yang tetap di investment grade dengan outlook stable berkat fundamental makro yang terjaga juga menjadi daya tarik bagi investor asing," kata Reza.
Sementara itu, Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Dimas Ardhinugraha, mencatat minat investor asing terhadap obligasi Indonesia menunjukkan perbaikan di tengah dinamika pasar.
Menurutnya, pasar obligasi didukung oleh sinyal dan komunikasi BI yang membuka ruang pemangkasan suku bunga. Permintaan untuk SBN juga diperkirakan membaik seiring penurunan imbal hasil dan penerbitan SRBI.
"Sebelumnya SRBI menyedot likuiditas dari SBN karena tingkat imbal hasil SRBI yang lebih tinggi. Namun dengan saat ini imbal hasil SRBI menurun di bawah imbal hasil SBN, maka berpotensi untuk meningkatkan daya tarik SBN kembali," ujar Dimas dalam siaran pers, Rabu (12/3).
Di sisi lain, Dimas mencermati tekanan di pasar saham Indonesia, yang dipengaruhi oleh keinginan investor asing untuk mengurangi eksposur di pasar negara berkembang di tengah penguatan dolar AS.
Baca Juga: Goldman Sachs Pangkas Peringkat Pasar Saham dan Surat Utang Indonesia, Ini Pemicunya
Ketidakpastian geopolitik dan kinerja korporasi yang di bawah ekspektasi turut menjadi hambatan. Ia menilai, stabilitas nilai tukar dan pelonggaran likuiditas menjadi kunci pemulihan sentimen pasar saham.
"Kami berharap ini dapat terjadi setelah 'the dust settles' ketika pengenaan tarif AS sudah lebih jelas, apalagi jika kemudian juga dibantu oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi dalam negeri," tambahnya.
Dimas menilai, kebijakan pemerintah saat ini berfokus pada pencapaian keseimbangan antara pertumbuhan jangka pendek dan jangka panjang. Pemerintah mendorong konsumsi domestik melalui kebijakan populis seperti program MBG, kenaikan UMR, upah ASN, pembatalan kenaikan PPN, dan stimulus fiskal.
Langkah ini bertujuan meningkatkan konsumsi domestik, yang sebelum pandemi berkontribusi 55%-58% terhadap PDB dan kini di kisaran 54%.
Menurut Dimas, kebijakan pro-konsumsi dapat cepat mendorong pertumbuhan ekonomi karena proporsi pendapatan untuk konsumsi di Indonesia tinggi, yakni 74%. Pemerintah juga mendorong investasi untuk pertumbuhan jangka panjang yang berkesinambungan.
Baca Juga: Goldman Sachs Menaikkan Target MSCI China Setelah Lihat Prospek Deepseek
Terkait kehadiran Daya Anagata Nusantara (Danantara), Dimas menyatakan bahwa entitas ini diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan aset dan investasi negara, meskipun masih ada ketidakpastian terkait transparansinya.
Reza menyarankan agar investor mempertimbangkan diversifikasi portofolio dengan mengalokasikan dana ke berbagai instrumen investasi seperti SBN, saham, dan reksadana.
Diversifikasi bertujuan menyeimbangkan risiko dan imbal hasil. Ia juga menekankan pentingnya fokus pada investasi jangka panjang dan melakukan hedging untuk mengelola risiko serta melindungi aset melalui asuransi dan instrumen investasi yang aman.
Selanjutnya: Belajar Kripto Lewat Game, Tokocrypto Luncurkan Mini Game TokoPlay di Indonesia
Menarik Dibaca: 4 Buah Terbaik untuk Menurunkan Tekanan Darah Tinggi, Baik buat Jantung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News