Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inflasi Amerika Serikat (AS) diperkirakan melandai di 2024. Kinerja pasar obligasi dan reksadana dilihat memiliki outlook positif. Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menerangkan, tingkat premi risiko investasi alias Credit Default Swap (CDS) Indonesia 5 tahun hingga Selasa (29/9) berada di level 79,52.
Angka tersebut menunjukkan persepsi risiko yang cukup rendah secara historis mengenai fundamental ekonomi domestik. Pihaknya juga tidak melihat katalis major tahun depan dari sisi domestik maupun global yang akan mempengaruhi persepsi risiko terkait fundamental ekonomi domestik Indonesia.
"Sehingga kami prediksi level CDS 5 tahun akan bergerak di kisaran 65-85 di tahun depan," ujarnya dalam Market Outlook 2024, Jumat (22/9).
Tahun depan, diproyeksikan inflasi AS juga melandai. Berdasarkan data Infovesta, inflasi AS diperkirakan ke 2,4% dan inflasi inti ke 2,7% sehingga mendorong The Fed menurunkan suku bunga.
Baca Juga: Minat Investor Terus Meningkat, Simak Gambaran Investasi Reksadana dari Bahana TCW
"Proyeksi Fed Funds Rate 2024 di level 4,5%-4,75%," katanya.
Oleh sebab itu, yield US Treasury 10 (UST 10Y) tahun diproyeksi sebesar 3,57% di akhir 2024. Adapun posisi per Rabu (20/9), yield surat utang AS di 4,35%.
Sejalan dengan hal tersebut, Arjun menilai Bank Indonesia (BI) juga berpotensi menurunkan suku bunga sebanyak dua hingga tiga kali antara rentang 50-75bps. Potensi tersebut berdasarkan perkiraan Infovesta terhadap inflasi Indonesia di 2024 yang diproyeksikan rata-rata sebesar 3%.
Sehingga secara konservatif, ia memproyeksikan yield SUN 10 tahun di level 6,51%. Sementara untuk baseline scenario, yield SUN di 6,3%, dan untuk skenario optimis yield SUN di level 6,07%.
Nah, Infovesta pun melihat spread antara SUN dan UST 10Y semakin sempit yang mengindikasikan risk premium yang semakin rendah atau menggambarkan risiko yang terus turun.
"Imbal hasil surat utang pemerintah terlihat lebih atraktif dibandingkan dengan imbal hasil surat utang AS, sehingga menjadi data tarik tersendiri pada surat utang negara," jelasnya.
Baca Juga: Hingga Agustus, AUM Reksadana Manulife Aset Manajemen Tumbuh di Atas Industri
Di sisi lain, permintaan dan pasokan untuk pasar obligasi korporasi 2024 dinilai juga akan terjaga melihat pada kebutuhan refinancing emiten. Tahun depan, diperkirakan penerbitan obligasi korporasi mencapai Rp 166,74 triliun atau menjadi yang tertinggi sejak 2017.
Sejalan, Arjun juga melihat pasar reksadana tetap menarik di 2024. Hal tersebut lantaran imbal hasilnya bergantung terhadap underlying-nya.
Menurutnya, underlying seperti obligasi secara umum kondusif tahun depan karena ekspektasi penurunan yield yang berpotensi menghasilkan capital gains. Sementara untuk reksadana saham dilihatnya ada beberapa saham yang berpotensi menghasilkan return yang cukup baik tahun depan.
"Jadi reksadana saham juga ada potensi untuk memberi return yang cukup asal mereka memilih saham yang tepat," katanya.
Walaupun memang, secara keseluruhan ia tak menampik bahwa masih akan ada risiko di 2024. Salah satunya adalah ketidakpastian dari peningkatan momentum pemulihan ekonomi China yang berpotensi meningkatkan inflasi global di tahun depan.
Selain itu, kelanjutan risiko geopolitik global seperti perang Russia-Ukraina dan AS-China, serta ketidakpastian terkait pemilu domestik yang bisa membuat investor cenderung menempatkan dana di obligasi di negara maju dibandingkan pasar emerging market.
"Risiko dari sisi global seperti masalah utang AS yang berpotensi kembali muncul sebagai pertimbangkan pelaku pasar," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News