Reporter: Dimas Andi | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengawali tahun 2018, prospek industri obligasi di China masih cukup baik, meskipun negara tersebut masih diliputi ancaman perlambatan ekonomi. Imbal hasil obligasi China bertenor 10 tahun cenderung menurun meski terbatas pada awal tahun ini.
Mengutip Bloomberg, imbal hasil obligasi China tenor 10 tahun hingga Rabu (14/2) berada di level 3,891%. Padahal, per 2 Januari lalu imbal hasil obligasi tersebut masih berada di level 3,918%.
Analis Obligasi BNI Sekuritas, Ariawan mengatakan, dibukanya pintu masuk bagi investor asing sejak tahun lalu menjadi katalis positif bagi berkembangnya pasar obligasi China.
Memang, pertumbuhan ekonomi China sempat melambat. Bahkan, pada 2016, pertumbuhan ekonomi di negara tersebut sempat menyentuh level 6,7%, level terendah dalam 26 tahun. Namun, pada tahun lalu, China mulai bangkit mengingat pertumbuhan ekonominya naik menjadi 6,9%.
Perkembangan pasar obligasi China juga ditunjang oleh besarnya nilai outstanding yang mencapai US$ 9 triliun hingga US$ 10 triliun secara keseluruhan. Hal itu menunjukkan bahwa pasar obligasi China menjadi lahan investasi yang besar bagi investor global. “Pasar obligasi China merupakan salah satu yang terbesar di dunia,” kata Ariawan, Kamis (15/2).
Ariawan yakin, pasar obligasi negeri Tirai Bambu tidak akan terlalu terpengaruh oleh kebijakan bank sentral di negara tersebut yang memangkas jumlah kepemilikan US Treasury sejak November 2017. Padahal, China merupakan salah satu kreditur terbesar Amerika Serikat.
Ia beralasan, kebijakan tersebut lebih berdampak pada investor-investor di pasar obligasi China yang memegang surat utang berdenominasi dollar AS.
Selain itu, China juga tidak terlalu mengkhawatirkan larinya dana pihak asing akibat kebijakan pengurangan US Treasury. Pasalnya, meski sudah diperbolehkan masuk ke pasar obligasi China, kepemilikan asing pada instrumen tersebut masih tergolong minim. “Sampai awal tahun ini, porsi asing di pasar obligasi China secara keseluruhan baru sekitar 2%,” ujar Ariawan.
Karena itu, pasar obligasi China lebih banyak dipengaruhi oleh dinamika perekonomian di negara tersebut.
Terlepas dari prospeknya yang tergolong positif, Ariawan melihat sepanjang tahun ini pergerakan imbal hasil obligasi China cenderung terbatas di kisaran 3,8% hingga 4%. “Pasar obligasi China jadinya tidak terlalu volatil,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News